Gerakan “go digital” yang diluncurkan menpar saat Rakornas III Pariwisata 2016 dinilai sangat membantu Banyuwangi lebih dikenal.
“Setelah diluncurkan, kami langsung kerja, bergerak, berkoordinasi kemana-mana,” timpal Bramuda.
Sebanyak 600-an Pengusaha Sudah Menikmati Hasilnya
Sekarang, sudah ada 24 desa yang dijadikan pilot project. Hingga akhir tahun, Bramuda membidik 41 desa yang tersambung dengan jaringan fiber optic.
“Kami buat jadwal per tanggal, per bulan untuk melihat perkembangannya. Yang sudah tersambung, langsung kami promosikan potensi wisata daerahnya lewat garapan video digital,” tambahnya.
Upaya lainnya, memperkuat pemasaran dengan banyuwangimall.com. Sekitar 600-an pengusaha mikro sudah menikmati pasar baru mereka lewat internet. Digitalisasi informasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membantu pelaku usaha mikro di Banyuwangi, menembus pasar yang terisolasi.
Manfaatnya pun langsung menyentuh akar rumput. Perajin makanan kecil di Banyuwangi, Supanggih, mengaku sangat terbantu dengan pemasaran berbasis digital itu.
”Dulu saat tak kenal internet, saya mengawali dagang dengan berkeliling kampung karena tak sanggup sewa tempat untuk menempatkan dagangan. Kini tak perlu lagi sewa tempat, saya sudah bisa berjualan hingga ke Surabaya dan Bali,” katanya.
Terbukanya pasar online juga dinikmati pengusaha mikro lainnya. Suradi (40), perajin manik-manik dari Desa Kabat, Kecamatan Kabat, Banyuwangi. Ia kini menjadi penyuplai toko kerajinan di Yogyakarta dan Bali.
Jika sebelumnya hanya mendapatkan keuntungan Rp 1.000 per perhiasan yang diproduksi, kini ia mendapatkan keuntungan dua kali lipat, karena langsung berhubungan dengan pembeli lewat jaringan online. “Pasarnya tambah luas, untungnya dua kali lipat,” ungkapnya.