Begitu pun minyak kelapa sawit, dari US$ 15,8 miliar pada 2013, sempat naik US$ 17 miliar, lalu turun lagi pada 2015, pada posisi US$ 15 miliar.
“Hanya pariwisata yang naik, dari US$ 10 miliar pada 2013, lalu naik US$ 11 miliar pada 2014, dan naik lagi US$ 12,6 miliar pada 2015. Industri pariwisata cenderung naik, karena sustainable (berkelanjutan),” ujar Arief.
Pariwisata sebagai Harapan Inti Bisnis Negeri Ini
Menurutnya, masih ada komoditas top 10 lain, yang semuanya bertren turun. Sebut saja, karet olahan, pakaian jadi, alat listrik, makanan olahan, tekstil, kertas dan barang dari kertas, kayu olahan dan bahan kimia.
“Lagi-lagi, pariwisata yang paling memberi harapan untuk masa depan negeri ini. Tidak salah, jika menempatkan pariwisata sebagai core business negeri ini,” katanya.
Pariwisata merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB), devisa, dan lapangan kerja paling mudah dan murah. Pariwisata menyumbangkan 10 persen PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN. PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8 persen dengan tren naik sampai 6,9 persen, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif, dan pertambangan.
“Devisa pariwisata sebesar US$ 1 juta menghasilkan PDB sebesar US$ 1,7 juta, atau 170 persen, tertinggi dibanding industri lainnya,” tambah menpar.
Soal devisa, pariwisata berada di nomor 4 sebagai penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3 persen dibandingkan industri lainnya. Pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata tertinggi, yaitu 13 persen, dibandingkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang pertumbuhannya negatif.
“Biaya marketing yang diperlukan hanya 2 persen dari proyeksi devisa yang dihasilkan,” ujarnya.
Soal ketenagakerjaan, pariwisata menyumbangkan 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4 persen secara nasional dan menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor industri. Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30 persen dalam waktu 5 tahun.