Suara.com - Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya, memberikan masukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait core business Indonesia. Bahkan, mantan Dirut PT Telkom yang kini mengelola Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dengan model private sector atau swasta ini sudah melayangkan usulan tertulis kepada presiden.
“Iya. Saya jelaskan, pariwisata berpotensi menjadi core business Indonesia,” katanya, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pariwisata merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB), devisa, dan lapangan kerja yang paling mudah, murah dan cepat. Hal-hal itu dinilai bisa menuntaskan bottlenecking (kemacetan) di Kemenpar, sehingga bermakna ekonomis bagi masyarakat.
“Pertama soal PDB. Pariwisata menyumbangkan 10 persen PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN. Jarang lho, kita punya angka terbaik di regional, kan? Di sini kita dapat!” katanya.
Kedua, PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8 persen, dengan tren naik sampai 6,9 persen, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif, dan pertambangan.
“Dari sini saja sudah bisa diraba, bahwa agrikultur dan manufaktur tidak akan bisa bersaing di era digital. Pariwisata justru sebaliknya, performance-nya terus menanjak dan rasa optimis itu kian terbentuk,” tambahnya.
Ketiga, devisa pariwisata sebesar US$ 1 juta akan menghasilkan PDB sebesar US$ 1,7 juta, atau 170 persen. Jumlah itu terbilang tinggi, jika dibandingkan dengan industri lainnya.
“Jadi, kalau selama ini orang mengkategorikan industri adalah migas dan non migas, maka kelak, industri akan menjadi pariwisata dan non pariwisata,” kata Arief.
Menurut laki-laki asli Banyuwangi ini, pariwisata masih menempati posisi ke-4 penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3 persen dibandingkan industri lainnya, dan pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata sebesar 13 persen.Sementara itu, pertumbuhan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit, negatif.
“Ini penting. Biaya marketing yang diperlukan hanya 2 persen dari proyeksi devisa yang dihasilkan,” katanya..