Suara.com - Roadshow Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya ke industri penerbangan sampai ke Angkasa Pura II (AP II) (Persero), di Bandar Udara (Bandara) Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang. Plt CEO Angkasa Pura II, yang sebelumnya menjabat Director of Operations & Engineering Djoko Murjatmodjo mengaku terkejut.
“Biasanya yang berkoordinasi dengan kami adalah Menteri Perhubungan (Menhub) atau Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Ini baru kali pertama, Menpar hadir di AP II,” sebut Djoko, Tangerang, Rabu (7/9/2016).
Djoko sangat apresiatif dengan kondisi pariwisata saat ini, karena langsung berdampak pada industri penerbangan. Pariwisata mampu menjadikan masyarakat terbang menggunakan fasilitas bandara dan airlines.
“Contohnya, Bandara Silangit (Sumatera Utara), yang semula kami pesimistis sejak pembukaan awal, dimana Garuda Indonesia terbang 3 hari seminggu, sekarang bisa setiap hari. Kemudian, Sriwijaya Air, dengan pesawat boeing sudah terbang 2 kali sehari,” kata Djoko.
Saat inipun sudah ada Wings Air, Lion Air, Sriwijaya Air, Garuda Indonesia dari Jakarta dan dari (Bandar Udara Internasional) Kualanamu, Medan. Pertumbuhannya pesat, rata-rata 15.000 orang per bulan, sehingga dalam satu tahun bisa 180.000 orang. Proyeksinya sendiri sebenarnya masih 100.000 orang tahun ini.
“Data itu menunjukkan animo masyarakat ke kawasan wisata Danau Toba sangat tinggi,” tambah Djoko.
Sebagai sesama karyawan BUMN, Menpar blak-blakan berdialog dengan jajaran direksi yang hadir dalam pertemuan itu, antara lain, Director of Finance, Andra Y Agussalam, Director of Commercial & Business Development, Faik Fahmi, Director of Airport Services & Facility, Ituk Herarindri, dan Director of Human Capital, General Affairs & IT, Daan Achmad.
“Intinya, kami ini harus memenuhi target Presiden Joko Widodo untuk mendatangkan 20 juta wisman (wisatawan mancanegara), dan 75 persen wisman datang melalui penerbangan,” kata Arief lagi.
Menpar Tegaskan Semangat Indonesia Incorporated
Bagaimana jumlah tersebut bisa tercapai, kalau fasilitas penerbangan tidak mencukupi, international flight tidak memenuhi kapasitas, atau maskapai penerbangan tidak tertarik untuk terbang ke 13 bandara yang dikelola AP II akibat regulasi yang menghambat?
“Saya sudah keliling airlines, berdiskusi dengan industri penerbangan. Harus ada semangat Indonesia incorporated, harus bersama-sama memajukan republik ini, sesuai dengan porsinya,” ujar menpar, yang mantan Dirut PT Telkom itu.
Arief pun membawa beberapa ide untuk bisa diimplementasikan di AP II, paling tidak di 13 airport yang berada di bawah pengelolaannya. Kalau soal pembangunan fisik, menpar menyadari akan lama dan sulit, karena harus diawali dengan hal-hal non fisik.
Pertama, working hours atau jam operasional, yang harus bisa melayani 24 jam, sehingga bisa mengatasi problem jumlah penemrbangan.
“Dulu, dalam ratas (rapat terbatas) dengan presiden, sudah pernah diputuskan untuk menaikkan jam operasi dari 12 jam menjadi 18 jam, agar bandara seperti Adi Sucipto Yogyakarta bisa menampung lebih banyak penerbangan,” ujarnya.
Menpar juga mencontohkan Bali, Jakarta, dan Manado, yang sudah mulai bisa didarati pesawat yang terbang malam.
Kedua, harus ada implementasi dengan teknologi informasi (IT) di semua layanan publik. Dengan memanfaatkan digital, pasti tidak akan ada kebocoran di sana sini.
“Dulu, PT KAI di era Pak (Ignasius) Jonan juga menggunakan digital dan IT. Hasilnya langsung dobel, memudahkan semua pihak. Saya jamin, jika semua lini menggunakan IT, pengelolaan bandara juga akan double value,” jelasnya.
Ketiga, memperbaiki semua regulasi yang menghambat. Hal-hal yang membuat regulasi terhambat harus segera dibedah, direvisi, dan diperbaiki. Tentu, dengan tetap memperhitungkan standar keamanan masyarakat.
“AP II jauh lebih beruntung dari industri transportasinya, airlines. Mereka lebih sulit mengejar revenue, karena harus menghitung dengan benar. AP II bisa mengkombinasikan service dan property, dan Anda semua tahu, bisnis property jauh lebih menghasilkan daripada jasa penerbangan,” tambah menpar.
Bisnis Transportasi dan Industri Bisa ‘Dikawinkan’
Dengan reputasi dan performance saat ini, Arief menilai, AP II akan dengan mudah menggabungkan dua bidang tersebut. Ia mencontohkan Hong Kong, yang mengawinkan industri transportasi dengan properti, sehingga menjadi kuat dan sustain (berkesinambungan).
“Karena itu, jangan takut untuk investasi di green field. Saran saya, AP II harus berpikir long term, hitung saja sebelum dan sesudah dibangun, nanti pertumbuhan value pasti akan mengagetkan. Padahal di bisnis tidak boleh kaget-kaget, semua bisa dihitung,” kata dia.
Kedua, kalau membuat perencanaan, jangan berpikir jangka pendek, tetapi harus jangka panjang. Arief melihat kapasitas dan traffic terminal penumpang bandara di AP II, yang 7 diantaranya dinilai sudah over capacity.
Bandara Soetta (CGK) 246 persen dari kapasitas. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II (PLM) 112,8 persen, Bandara Minangkabau (PDG) 105,6 persen, Bandara Husein Sastranegara (BDO) 131 persen, Bandara Supadio (PNK) sudah 113 persen, Bandara Depati Amir (PGK) malah 331 persen, dan Halim Perdanakusumah 161 persen.
Bandara Kualanamu (KNO) Medan pun sudah lampu kuning, yaitu 88,9 persen full capacity.
“Jumlah penumpang lebih banyak dari yang diperkirakan. Ini tidak boleh lagi. Misalnya, mau membangun (Bandara) Silangit, dengan terminal 100.000 orang per tahun. Pembangunan ini belum selesai, tapi jumlah penumpangnya sudah 180.000 orang per tahun. Artinya akan kerja dua kali dan mengganggu kenyamanan orang yang menggunakan jasa transportasi udara,” ujarnya.
Ketiga, jangan takut dengan perencanaan besar, karena proyeksi negara terhadap kunjungan wisman dan wisnus juga besar. Pengadaan keuangan bisa dilakukan dengan banyak cara.
“Bisa dengan obligasi, financing, partnership, dan lainnya,” lanjut menpar.