Suara.com - Ketika dua menteri Kabinet Kerja kompak, keputusan cepat dan revolusioner pun bisa “pecah telor”. Itulah yang terjadi pada Bandara HAS Hananjoeddin, yang terletak di Jalan Buluh Tumbang, Belitung, Bangka Belitung (Babel).
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, membuat terobosan untuk percepatan pariwisata di sana yakni dengan menaikkan status bandara dengan runway sepanjang 2.250 meter (m), lebar 45 m itu menjadi international airport sebelum liburan akhir tahun 2016.
“Sebelum akhir Desember 2016, kami naikkan status Bandara Hananjoeddin Belitung menjadi bandara internasional. Tidak harus menunggu 2018, kelamaan. Terminal yang ada disekat menjadi terminal domestik dan internasional, termasuk berkoordinasi untuk membuat CIQP (Costume, Immigration, Quarantine, Port) di sana,” kata Budi, saat press conference di lokasi ground breaking Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) priwisata, Tanjung Binga, Sijuk, Belitung, Jumat (2/9/2016).
Secara paralel, Budi, yang mantan Direktur Utama PT Angkasa Pura II (AP II) (Persero) sejak 2015 itu akan memperbaharui bandara Belitung, atau yang sering disebut juga sebagai Belitong, yang saat ini sudah dinilai sempit.
Setiap hari, rata-rata ada 2.000 penumpang yang lalu lalang di Negeri Laskar Pelangi tersebut. Jika pengantar dan penjemput ikut serta, bandara terasa sangat sempit.
Budi pun berencana akan memperpanjang landas pacu hingga 2.500 m tahun ini, sehingga bisa didarati Boeing 737-800, yang kapasitas angkutnya lebih besar.
“Terminal penumpangnya juga akan dibesarkan hingga kapasitas 20.000 orang,” katanya.
Selama ini, laki-laki lulusan jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada Yogyakarta angkatan 1981 itu memang bekerja di sektor pariwisata, sehingga paham betul apa yang dibutuhkan sebuah destinasi.
Salah satu karyanya adalah revitalisasi Taman Kota Waduk Pluit dan Waduk Ria-Rio, lalu penyelesaian rumah susun sederhana sewa di Marunda, Jakarta Utara. Bertahun-tahun, Budi berkarya di PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, yaitu pada 1982-2004. Ia kemudian menjadi Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) pada 2004-2013.
Bandara akan Dilengkapi Transportasi Publik
Selain pelebaran runway, Budi juga memikirkan akses atau transportasi publik dari Bandara HAS. Hananjoeddin sampai KEK Tanjung Kelayang.
“Bus Damri akan segera beroperasi dari bandara-Tanjung Kelayang untuk mempermudah arus transportasi. Ada juga kapal roro, yang berkeliling dari pulau ke pulau, menghubungkan secara regular Bangka-Belitung,” jelasnya, di depan Gubernur Babel, Rustam Effendi, Bupati Belitung, Sahani Saleh, dan perwakilan maskapai Garuda Indonesia, Lion Air, dan Sriwijaya Air.
Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya, memuji Budi.
“Pak Menhub ini keren! Beliau adalah tokoh dengan background pariwisata yang sangat kuat dan memikirkan hal-hal detail. Status bandara internasional Belitung ini adalah kunci atau critical success factor dalam percepatan pengembangan pariwisata di sini. Masih ada lagi dermaga titik labuh untuk cruise (kapal pesiar), yang bisa mengangkut 3.000 turis dan marina untuk parkir yacht (perahu pesiar) yang lebih kecil,” ujarnya.
“Tapi, it’s ok! Tahun ini kita selesaikan dulu international airport di Belitong. Dua lainnya, dermaga dan marinanya utang dulu, untuk tahun berikutnya!” tutur Arief, yang disambut tepuk tangan para tamu undangan.
Mengapa mantan Dirut PT Telkom ini cukup ngotot membangun infrastruktur transportasi di Belitung?
Pertama, Belitung sudah ditetapkan sebagai satu dari 10 top destinasi, yang biasa dipopulerkan dengan sebutan “10 Bali baru”.
Kedua, Belitung merupakan satu diantara 10 Bali baru yang paling cepat berstatus KEK pariwisata di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sejak penandatanganan pencanangan Belitung sebagai KEK pariwisata, pada Maret 2016, enam bulan kemudian, pelaku pariwisata melakukan peletakan batu pertama Hotel Dharmawangsa Group.
Ketiga, hampir 100 persen turis yang masuk ke Indonesia menggunakan airlines atau melalui udara.
“Hanya 24 persen yang menyeberang via laut, dan itu didominasi oleh Batam-Bintan Kepulauan Riau. Itu terjadi karena posisi geografisnya dekat dengan Singapura dan Malaysia. Sekitar 1 persen turis yang masuk Indonesia melalui jalur darat dan sisanya, jalur udara,” kata Arief .
Konsentrasi laki-laki asli Banyuwangi ini utamanya pada akses menuju Tanah Air, dengan membuka akses dari originasi “tebal” dan memiliki “daya beli”, seperti Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Korea, dan Jepang. Termasuk juga negara tetangga, Singapura, Malaysia, dan Filipina, yang dinilai sebagai pasar potensial.
“Model bisnis tourism mirip dengan telecommunication. Faktor kedekatan atau proximity menjadi sangat penting, baik geografis maupun cultural,” tandasnya.
Secara khusus, menpar mengapresiasi konsorsium Belitung Maritime Silk Road, yang bekerja cepat mewujudkan KEK Tanjung Kelayang.
Dia juga berterima kasih atas kehadiran wakil dari Kedutaan Besar Swedia, Ms Johanna Brismar Skoog, Kedutaan Besar Italia, Mr Vittorio Sandalli, Kedutaan Besar India, Nengsha Lhouvum, Kedutaan Besar Turki, Mehmet Kadri Sander Gurbuz, Konsulat Jenderal Singapura, Mark Lauw, yang ikut hadir di Tanjung Binga.
Mereka turut menyaksikan komitmen dan penandatangan kerja sama Bank Tabungan Negara (BTN) dengan Gubernur Babel, dan BTN dengan Group Dharmawangsa.
Selama proses pembangunan KEK pariwisata, masyarakat di sekitar kawasan itu akan diberikan fasilitas homestay, bekerja sama dengan BTN dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera), sehingga masyarakat bisa mendapatkan keuntungan dari pengembangan kawasan pariwisata di sana.
“Tentu, dengan desain arsitektur Nusantara, yang akan mempercantik sekeliling kawasan itu,” tandas Menpar.