Suara.com - Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, memiliki ratusan pulau yang menyimpan keindahan alam yang belum diketahui banyak orang.
Di daerah yang dipimpin oleh Alias Wello itu tidak akan sulit menemukan pulau dengan pantai yang indah, perairan yang jernih dan pasir putih yang terbentang luas dengan ekosistem yang masih terpelihara.
Pulau Berjuala menjadi salah satu dari 531 pulau yang menyorot perhatian orang-orang yang melewatinya. Air yang bersih seolah memamerkan terumbu karang di atas pasir putih.
Pesona Berjuala semakin menjadi-jadi manakala ikan-ikan kecil yang beraneka warga tampak bermain di antara terumbu karang yang masih "perawan".
Di daratan pulau itu juga dapat ditemui pohon santigi. Puluhan pohon bonsai itu tumbuh subur di bibir pantai.
Keindahan Pulau Berjuala di Desa Cempa, Kecamatan Senayan, itu menarik perhatian 15 mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan 2016, yang berasal 12 perguruan tinggi negeri di Indonesia.
Seakan tak pernah puas, mereka berulang kali mengelilingi pulau itu. Peserta KKN Kebangsaan 2016 yang diketuai Nur Arisda itu juga melakukan penyelaman untuk meneliti sekaligus menikmati keindahan yang tersimpan di bawah laut. Mereka juga mengelilingi daratan Pulau Berjuala, bermain di atas pasir putih yang terbentang luas.
Selama sebulan tinggal di daratan Desa Cempa, peserta KKN Kebangsaan berbaur dengan warga setempat untuk melaksanakan dua misi yakni meningkatkan rasa nasionalisme warga dan mengembangkan ekowisata.
Tiga pulau di Desa Cempa memiliki keunggulan. Namun untuk mengembangkan ekowisata, mahasiswa lebih memilih Pulau Berjuala yang unik.
"Pulau ini berbentuk biola, sangat indah, dan menarik," ujar Aris, sapaan akrab Nur Arisda.
Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji itu bersama rekan-rekannya sepakat untuk memberi nama baru pada pulau itu sebagai ikon objek pariwisata yang mudah dikenal wisatawan domestik dan mancanegara.
Selama sekitar dua pekan mereka mengukir kayu bulat panjang, seperti tiang, untuk membentuk kata "biola". Kayu dengan panjang sekitar 3 meter bertuliskan biola itu dipancang di lokasi yang paling strategi di Pulau Berjuala.
Setiap orang yang melintasi pulau itu dengan menggunakan kapal cepat itu akan dapat melihat biola sebagai daya tarik.
Pulau ini masih kosong, tetapi dapat dikelola sebagai objek wisata bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Cempa.
Dosen pembimbing lapangan KKN Kebangsaan di Desa Cempa, Ahada Wahyusari, mengatakan untuk menjadikan objek wisata di Pulau Berjuala berkembang pesat bukan pekerjaan mudah. Butuh keseriusan, serta komitmen pemerintah dan warga untuk mengembangkannya.
Pulau Berjuala, yang dapat ditempuh selama 30 menit dengan menggunakan perahu pompong.Sementara Cempa merupakan pulau yang pertama kali disinggahi kapal cepat dari Tanjungpinang menuju Kabupaten Lingga. Kondisi ini akan lebih mudah bagi Cempa untuk berkembang.
Pulau Berjuala yang berbentuk biola adalah potensi pariwisata bahari. Ini modal sebagai dasar untuk mengembangkan sektor pariwisata yang dihrapkan berdampak positif pada sektor kehidupan lainnya.
Warga Desa Cempa yang ramah, baik dan terbuka juga bagian yang tidak terlepas dari keinginan mereka agar desa ini berkembang pesat.
Kreativitas mahasiswa itu disambut baik oleh warga Pulau Cempa, termasuk anggota AL yang bertugas di pulau itu. Bahkan warga dan TNI AL bersedia mengantar mahasiswa ke Pulau Berjuala.
Keberanian untuk mencoba hal-hal positif adalah jawaban untuk meningkatkan ekonomi keluarga, pendapatan desa harus terus ditingkatkan sebagai "tiket" untuk meraih kesejahteraan.
Mata pencarian sebagai nelayan merupakan anugerah, tetapi perlu ditingkatkan sehingga hasil tangkapan ikan lebih memiliki nilai tinggi.
"Sentuhan tulus dari warga Cempa menyemangati kami untuk berbagi pengetahuan, bercerita pengalaman, dan mendorong warga agar mampu mengelola potensi yang ada untuk meningkatkan perekonomian dan pendapatan keluarga," ujar Ahada Wahyusari.
Ekowisata berhubungan dengan lingkungan. Lingkungan yang bersih akan menarik perhatian pengunjung desa itu.
Mahasiswa pun mendorong warga untuk menjaga kebersihan, tidak membuang sampah di laut.
Selain itu, mereka juga mengajak agar warga mengelola ikan menjadi produk yang layak dijual, seperti kerupuk.Kerupuk ikan khas Desa Cempa dirasa memang enak, tetapi perlu dikemas dengan baik agar memiliki nilai yang tinggi ketika dijual ke berbagai daerah.
Seminar Keterbatasan informasi di Cempa mendorong Ahada menggelar seminar di desa tersebut, meskipun warganya tidak mengenal istilah seminar. Pertemuan dalam seminar yang digelar mahasiswa peserta KKN Kebangsaan 2016 itu dinamai sebagai rapat.
Komandan Pos AL, Serma Hadi, Kades Cempa Herman Atan dan pewarta LKBN Antara, Nikolas Panama, menjadi narasumber acara tersebut.
Seminar yang digelar pertengahan Agustus 2016 itu baru pertama kali diselenggarakan di Pulau Cempa.
Seminar itu dalam rangka menyosialisasikan wawasan kebangsaan dan mendorong pengembangan ekowisata di Desa Cempa, Kecamatan Senayan, Kabupaten Lingga.
Ahada Wahyusari mengatakan wawasan kebangsaan perlu disosialisasikan untuk membangun rasa nasionalisme di daerah terdepan, tertinggal dan terisolir.
Seminar tidak sekadar menambah wawasan warga dan mahasiswa, melainkan mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi warga selama ini.
Berbagai permasalahan juga berhasil digali dalam seminar itu, dan diharapkan warga dapat mencari solusinya.
Keterbatasan informasi di Cempa selama ini menghambat pengembangan berbagai sektor kehidupan, dan berpotensi mengikis rasa nasionalisme warga.
Selain itu, warga juga perlu diberi motivasi dan pengetahuan agar mengembangkan ekonomi kerakyatan dengan memanfaatkan potensi yang ada, seperti pengelolaan ikan menjadi kerupuk yang dikemas dengan baik, pengembangan objek wisata baru, dan usaha perkebunan.
Sebanyak 182 kepala keluarga membutuhkan informasi, motivasi dan pengetahuan tambahan untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan.
"Mahasiswa bertugas memberi pemahaman tentang nilai-nilai Pancasila, hak dan kewajiban warga, dan mendorong warga Cempa lebih kreatif dan berinovasi," katanya.
Desa Cempa terdiri dari dua dusun, dua RW dan empat RT. Jumlah warga yang tinggal di pulau itu sebanyak 655 orang.
Sebanyak 120 dari 182 kepala keluarga bekerja sebagai nelayan. Pemerintah diharapkan menyiapkan tenaga ahli untuk membangun ekonomi kerakyatan di Cempa.
Sarana dan tenaga pendidikan, kesehatan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Kades Cempa Herman Atan mengatakan tidak setiap hari nelayan dapat melaut, karena cuaca tidak selalu bersahabat, seperti sekarang ini. Dalam setiap tahun, selama tiga bulan nelayan tidak dapat melaut karena cuaca buruk.
Pemerintah Lingga mulai tahun ini akan mengembangkan perkebunan ubi gajah yang dapat diolah menjadi tepung. Lahan perkebunan menggunakan lahan warga.
Selain itu, pemerintah juga berupaya mengembangkan tanaman kaliandra yang pada tahun ini telah dilakukan uji coba penanaman di atas lahan 1 hektare.
Sementara barang kebutuhan masyarakat selama ini didistribusikan dari Tanjungpinang. Sejauh ini, distribusi berjalan lancar, namun masih sulit ditemukan sayur-sayuran. Warga setempat tentu mengharapkan perubahan kondisi ekonomi mereka agar menjadi lebih baik, seiring dengan perhatian pemerintah terhadap keindahan pulau yang pantas menjadi objek wisata daerah itu. (Antara)
Pulau Eksotis Berbentuk Biola Ini Ada di Indonesia
Ririn Indriani Suara.Com
Minggu, 28 Agustus 2016 | 08:03 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Pantai Teluk Awur, Pesona Wisata Bahari dengan Pasir Putih Halus di Jepara
09 Februari 2024 | 17:35 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI