Festival Sungai Carang Tampilkan Parade Kapal Perang dan Yacht

Yazir Farouk Suara.Com
Jum'at, 26 Agustus 2016 | 14:16 WIB
Festival Sungai Carang Tampilkan Parade Kapal Perang dan Yacht
Parade kapal perang [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Pariwisata (Menpar), Arif Yahya, menyatakan, Sail Karimata 2016, yang bakal dilangsungkan pada 20-30 Oktober mendatang akan menampilkan parade kapal perang dan kapal pesiar atau yacht.

"Kelak, Sail ini benar-benar akan menjadi kegiatan berlayar bersama dari satu pulau ke pulau lain, yang di setiap pemberhentian akan digelar atraksi budaya bahari yang khas," katanya, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Festival Sungai Carang, yang akan diselenggarakan 29 Oktober 2016, akan menyemarakkan festival bahari Kepulauaan Riau (Kepri), bagian dari rangkaian Sail Karimata 2016.

"Sungai Carang adalah sumber kehidupan dan peradaban Kepri di zaman lampau. Di sungai inilah sebuah kelompok kemudian berkembang menjadi kampung, negeri dan bandar yang riuh ramai. Sayangnya, keberadaannya lalu meredup dan nyaris dilupakan. Sungai Carang adalah tapak dan jejak sejarah Melayu," ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepri, Guntur Sakti, Kepri, Rabu (24/8/2016).

Sungai Carang Dibangun Laksamana Johor

Di masa lalu, Sungai Carang memang istimewa. Pada 1672 Masehi, disebutkan, Laksamana Johor Tun Abdul Jamil membangun sebuah negeri untuk melaksanakan titah Sultan Abdul Jalil Syah, Sultan Johor di Pahang. Sultan meminta laksamana membangun sebuah negeri di Pulau Bintan.

Sang laksamana menuruti permintaan itu dan membangun negeri baru yang terletak di Sungai Carang, Pulau Bintan. Itulah yang kelak disebut Kepulauan Riau.

Tempat ini dulunya merupakan bandar yang ramai (riuh). Bandar itu kemudian lebih dikenal dengan sebutan Bandar Riau (riuh). Keberadaan Bandar Riau ketika itu sanggup menyaingi Bandar Melaka.

Bahkan dikisahkan, para pedagang yang lalu lalang di Selat Melaka, akhirnya banyak yang memilih pergi ke Bandar Riau untuk membeli beras dan kain, karena harganya yang sangat murah jika dibandingkan dengan barang-barang di Bandar Melaka. Malaka kala itu dikuasai Portugis.

Ketika Belanda berhasil merebut Melaka dari Portugis, Bandar Riau pun diincar Belanda. Pada 1784, dikirimlah 13 kapal dengan 1.536 prajurit. Dengan komando kapal "Malakas Wal Faren", pasukan menyerang Bandar Riau dari Kerajaan Johor.

Serangan ini dilawan oleh Yang Dipertuan Raja Ali Haji Fisabilillah, yang bertahta di Kota Piring, tepi sungai Carang, Tanjungpinang. Dia berhasil mengusir Belanda dan menenggelamkan kapal Malakas Wal Faren pada 6 Januari 1784. Tanggal itu, kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Kota Tanjungpinang.

"Nah, untuk mengenang masa keemasan Bandar Riau di Sungai Carang dan memperingati hari jadi Kota Tanjungpinang, maka diadakanlah Festival Sungai Carang. Sungai Carang sangat layak dijadikan objek wisata sejarah dan budaya serta wisata bahari," ujar Guntur, mengupas sejarah Sungai Carang.

Modal Atraksinya Sangat Kuat

Kawasan ini mempunyai modal kuat dalam atraksi wisata, yaitu wilayah laut sebanyak 96 persen. Sebanyak 2.408 pulau terdapat di dalamnya, lokasinya pun sangat strategis.

Untuk mengundang wisatawan, pemerintah getol menggelar beragam sail. Pada 2009, ada Sail Bunaken, dilanjutkan dengan Sail Banda, Sail Wakatobi, dan Sail Morotai.

Kemudian pada 2013, digelar Sail Komodo, bersamaan dengan Festival Derawan, Sail Raja Ampat dan Festival Danau Sentani, Sail Tomini dan Festival Boalemo, dan tahun ini, siap digelar Sail Karimata dan Festival Bahari Kepri.

Bila dikolaborasikan dengan 4.000 lebih yacht yang parkir di Singapura, Guntur yakin event ini akan sukses. Jarak Batam dan Bintan sangat dekat dengan Singapura, tak sampai satu jam.

Satu hal yang perlu dicatat, para yachter dunia selalu memburu titik zero equator. Titik itu sudah banyak menyebar di Kepri. Selain Batam, ada Tanjungpinang, Bintan dan Karimun. Selain itu, di Lingga, ada zero equator yang menjadi incaran para yachter dan alam nan eksotik di Natuna dan Anambas.

Namun, satu hal yang masih jadi kendala saat ini adalah banyaknya sampah di laut.

Sekadar catatan, Indonesia masuk dalam peringkat dua di dunia setelah Tiongkok sebagai penghasil sampah plastik ke laut. Pada 2015, Tiongkok memproduksi 262,9 juta ton sampah yang dibuang ke laut, sementara Indonesia sebanyak 187,2 juta ton.

Selain mengganggu kebersihan laut dan pantai, sampah juga akan menjadi kendala besar bagi kapal layar dan yacht, bila tersangkut di motornya.

"Sekarang kami sudah menyediakan sarana pengangkutan sampah, terutama bagi warga yang tinggal di tepi pantai. Pemkot Tanjungpinang juga siap mengoperasikan alat angkut sampah khusus di laut, dengan nama taksi sampah," kata Guntur.

Di tempat terpisah, Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, menyatakan tak ingin banyak berkomentar soal sampah. Dia memilih langsung action.

Menurutnya, keberadaan sampah di pelantar I, II dan III sudah kronis. Semakin hari semakin memprihatinkan.

Lalu, bagaimana solusinya?

"Setop membuang sampah ke laut mulai dari sekarang. Pada rangkaian Festival Bahari Kepri, 20 Oktober 2016 nanti, kami menggelar eco heroes. Ini merupakan bentuk kepedulian terhadap planet Bumi sebagai rumah bersama makhluk hidup. Kami mendorong dan menginspirasi generasi hijau yang peduli untuk mencintai lingkungan. Semua elemen masyarakat kita ajak untuk menjadi pahlawan. Kita ajak perang melawan sampah di laut. Nanti akan kita pusatkan di perairan di Pulau Penyengat. Kita akan gotong royong di sana untuk membersihkan destinasi dan situs wisata Pulau Penyengat," kata Lis.

REKOMENDASI

TERKINI