Suara.com - Kain ulos yang sudah mendunia diprediksi akan kembali berjaya dalam Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba (KKPDT) 2016, yang akan berlangsung di Parapat, Kabupaten Simalungun dan Balige, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara (Sumut), pada 20-21 Agustus mendatang.
Ulos merupakan selendang berwarna merah-hitam-putih, yang biasa dikombinasikan dengan tempelan manik-manik berwarna-warni, yang digunakan dalam semua upacara penting dalam tradisi masyarakat Batak. Kain tenun asli Tapanuli ini pernah tampil dalam Asian Model Festival Awards 2016.
Ribuan penonton karnaval akan mengenakan ulos dan tutup kepala tenun, atau yang disebut sortali. Menurut Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat mengapresiasi budaya ini.
“Presiden Jokowi sangat menghormati budaya lokal. Tahun lalu, dalam Karnaval Khatulistiwa Pontianak, Kalbar (Kalimantan Barat), beliau juga mengenakan baju kebesaran Dayak, dan ikut karnaval keliling kota. Tahun ini, beliau menyatakan senang bisa mengenakan simbol-simbol budaya Batak di Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba 2016,” ujar Menpar, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Ulos yang berwarna dasar merah tua, hitam, dan ornamen putih itu kontras dengan suasana Danau Toba yang terang, cerah, hijau. Kalau difoto akan menghasilkan efek gambar yang indah. Warna-warnanya jadi hidup, menonjol," tambahnya.
Sementara itu, Dewan Pendiri Miyara Sumatera Foundation, organisasi yang bergerak dalam bidang pelestarian budaya, konservasi alam, dan pengembangan pariwisata Sumatera, Irma Hutabarat, menyatakan, ulos lebih dari sekadar tradisi.
“Ulos tidak mudah lekang karena panas dan tidak lapuk karena hujan. Selain itu, ulos tidak hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna, tapi juga prestise dari moderenisasi proses akulturasi,” terangnya, Jakarta, Rabu (17/8/2016).
Usianya Diperkirakan 4.000 Tahun
Berdasarkan kajian yang dilakukan Miyara Sumatera Foundation, ulos merupakan produk yang berasal dari salah satu peradaban tertua di Asia. Usianya diperkirakan sudah 4.000 tahun. Ulos bahkan disebut-sebut telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenal tekstil.
Lantas, bagaiman dengan unsur estetikanya? Masih menurut Miyara Sumatera Foundation, ulos disebut-sebut sebagai representasi semesta alam. Di masa lampau, perempuan-perempuan Batak bangga dengan menenun, memakai, dan mewariskannya kepada keluarga sebagai pusaka.
Tak hanya Miyara Sumatera Foundation, sejumlah museum dan universitas di Singapura, Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda bahkan ikut melakukan kajian tentang ulos, karena dianggap unik dan sangat tua.
Karya seni ini dianggap memiliki makna yang tinggi. Dominasi warna hitam, merah, dan putihnya dinilai punya daya pikat. Warna merah melambangkan keberanian, putih melambangkan kesucian, dan hitam melambangkan kekuatan.
Dalam buku Seni Budaya Batak, yang ditulis Jamaludin S Hasibuan (1985), teknik ikat dalam tenun Batak disebut berasal dari kebudayaan Dongson yang berkembang di kawasan Indochina. Kain tenun ulos, sejatinya merupakan selimut pemberi kehangatan.
Ada tiga unsur pemberi kehangatan dalam kehidupan masyarakat Batak zaman dahulu, yaitu matahari, api, dan ulos. Ulos dikenakan sebagai penjaga keselamatan tubuh dan jiwa pemakainya.
Pada masa sekarang, ulos tak lagi berfungsi magis sebagai penjaga jiwa, tetapi penjaga identitas budaya masyarakat Batak. Dalam setiap helai benangnya termuat sejarah yang menjadikan identitas Batak.
Jika Anda mau tahu lebih banyak tentang ulos, datang saja ke KKPDT 2016. Semua informasi terkait ulos akan bisa Anda dapatkan di sana. Bahkan, Anda juga bisa menyaksikan langsung proses tenunnya.
Ulos Bakal Lebih Mendunia di "Pesona Danau Toba"
Ririn Indriani Suara.Com
Jum'at, 19 Agustus 2016 | 16:17 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
REKOMENDASI
TERKINI
Lifestyle | 22:00 WIB
Lifestyle | 21:47 WIB
Lifestyle | 21:38 WIB
Lifestyle | 20:42 WIB
Lifestyle | 20:38 WIB
Lifestyle | 20:23 WIB
Lifestyle | 19:59 WIB
Lifestyle | 19:50 WIB