“Saya kira, itu sesuatu yang unik dan baru,” ungkap Menpar.
Helatan kedua adalah karnaval kemerdekaan yang penuh budaya ethnik, yang digelar pada 21 Agustus 2016 sore, di Balige. Wisatawan akan menikmati pawai dan arak-arakan budaya yang penuh filosofi.
Salah satu atraksi budaya yang ditampilkan adalah iring-iringan 700 perempuan berpakaian adat, yang menyunggi tandok (anyaman dari bambu khas Batak yang berisi beras). Tradisi ini mirip dengan para perempuan yang berbaris panjang membawa gebongan, sesajen khas Bali yang terdiri atas rangkaian buah dan berjalan di pematang sawah, di Ubud, Bali.
Tandok yang berisi beras tersebut menggambarkan sumbangan beras dari tetangga kiri-kanan kepada yang sedang punya hajat. Ini merupakan simbol budaya partisipasi masyarakat Batak, yang bisa dibaca sebagai komitmen mereka untuk mensukseskan pariwisata di Danau Toba.
“Perempuan yang membawa tandok berasal dari tujuh kabupaten di kawasan Toba, yang mana mereka sepakat untuk kompak membangun pariwisata Danau Toba bersama-sama,” jelas Menpar lagi.
“Tandok pun akan ada di meja Presiden Joko Widodo, sebagai simbol bahwa Pemda (pemerintah daerah) juga berkontribusi untuk mensukseskan program pemerintah pusat dalam pariwisata. Semua detail dipikirkan secara simbolik, sebagai bahasa budaya,” tambah koordinator karnaval, Jay Wijayanto.
Ia meyebut, masih banyak poin budaya lain yang unik khas Batak, yang menggambarkan suka cita bersama.
“Kekuatan dari karnaval ini sebagai tontonan ada tiga aspek, yaitu bunyi, warna, dan gerakan,” jelas Jay.
Ia juga menyebut, Batak memiliki tiga warna utama, yaitu merah, hitam, dan putih. Semua artefak peninggalan nenek moyang ratusan tahun silam milik masyarakat Batak selalu menggunakan tiga dominasi warna tersebut.