Suara.com - Sarapan memegang peranan penting untuk memulai hari, pengendalian berat badan dan konsentrasi otak. Namun faktanya sebanyak 52 persen warga Jakarta menjadikan junk food sebagai alternatif sarapan mereka. Apakah Anda salah satunya?
Secara harafiah junk food berarti makanan sampah atau makanan nir-nutrisi atau dalam kata lain junk food adalah makanan yang tidak memiliki nilai gizi yang cukup bagi tubuh. Menurut survei yang Qraved lakukan kepada 13,890 koresponden, sebanyak 92 persen orang sadar bahwa junk tidak memiliki nilai gizi dan manfaat bagi tubuh, tapi mereka terus mengonsumsi makanan tersebut karena beberapa hal.
Sebanyak 62 persen koresponden mengaku mengonsumsi junk food karena praktis dan mudah untuk mendapatkannya. Kemudian 19 persen mengaku menyantap junk food, karena rasanya yang enak. Terakhir sebanyak 18 persen mengaku melahap junk food, karena kesibukan kerja mereka.
Kurangnya pemahaman warga mengenai apa itu junk food menjadi salah satu alasan tingginya jumlah konsumsi junk food di Jakarta. Banyak orang yang terkecoh dengan arti junk food. Setidaknya ada 57 persen koresponden mengartikan junk food sebagai makanan dari restoran cepat saji (fast food) seperti burger dan ayam tepung.
Selain itu 89 persen orang juga tidak melakukan pengecekan tentang kandungan nutrisi dalam tabel nutrisi pada kemasan junk food yang dikonsumsi.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa junk food adalah yang mengandung jumlah lemak yang besar, garam, gula, kalori dan rendah nutrisi, vitamin, mineral dan serat. Makanan tersebut seperti fast food, gorengan, makanan kaleng, soft drink, permen, asinan hingga snacks (makanan ringan).
Berdasarkan jenis makanannya sendiri fast food menempati peringkat teratas sebagai makanan junk food yang paling sering dikonsumsi dengan jumlah 71 persen. Selanjutnya gorengan dan makanan ringan menjadi junk food kedua yang sering dikonsumsi dengan jumlah 26 persen.
Ketiga adalah makanan kaleng dan soft drink (minuman bersoda) dengan jumlah 2 persen dan terakhir adalah makanan jenis permen dan asinan dengan jumlah 1 persen.
Membatasi konsumsi junk food tentu bukan tanpa alasan. Pasalnya junk food memiliki dampak buruk bagi kesehatan seperti obesitas, jantung, diabetes, stroke, kecanduan dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan hasil survei, 45 persen orang mengonsumsi junk food tiga kali per minggu.
Kemudian sebanyak 20 persen mengaku mengonsumsi junk food dua kali per minggu, 18 persen koresponden mengonsumsi hanya satu kali junk food per minggu, lalu 9 persen mengonsumsi junk food lebih dari lima kali per minggu, terakhir 8 persen koresponden menyatap 4 kali junk food dalam seminggu.
Tidak mudah memang menghindari godaan junk food, walau kita semua tahu bahwa makan tersebut tidak mengandung zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Sebaiknya seimbangkan pola makan dengan olahraga rutin, perhatikan cara masak dari junk food yang Anda konsumsi, baca kandungan nutrisi pada kemasan junk food dan mengatur asupan junk food.
52 Persen Warga Jakarta Jadikan "Junk Food" Alternatif Sarapan
Ririn Indriani Suara.Com
Rabu, 17 Agustus 2016 | 07:40 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
1 dari 3 Remaja Yahudi Amerika Dukung Hamas, Ungkap Studi Israel
25 November 2024 | 12:33 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Lifestyle | 19:44 WIB
Lifestyle | 18:06 WIB
Lifestyle | 18:01 WIB
Lifestyle | 17:57 WIB