Mengenal Kearifan Suku Kajang di Tana Toa, Bulukumba

Esti Utami Suara.Com
Senin, 15 Agustus 2016 | 13:26 WIB
Mengenal Kearifan Suku Kajang di Tana Toa, Bulukumba
Warga Kajang bersantai di depan Bola Tammua (Kabbattuang) pintu gerbang desaTana Toa, Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan. (Antara/Dewi Fajriani)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Yang terakhir adalah hutan rakyat, meskipun hutan ini dikuasai dan dikelola oleh rakyat. Tapi hukum adat masih tetap berlaku. Denda atas pelanggaran di kawasan ini sama dengan denda hutan perbatasan.

Selain sanksi denda, orang yang melakukan pelanggaran tersebut juga dikenakan hukum adat berupa pengucilan. Yang lebih parahnya lagi, pengucilan tersebut berlaku bagi semua keluarga sampai generasi ketujuh.

Selanjutnya, ada dua bentuk ritual yang dijalankan oleh suku kajang apabila terjadi kasus pencurian, yaitu tunu panroli dan tunu passau.

Tunu panroli yaitu mencari pelaku pencurian dengan cara seluru masyarakat memegang linggis yang membara setelah dibakar. Masyarakat yang tidak bersalah, tidak akan merasakan panasnya linggis tersebut.

Tapi, apabila sang pencuri melarikan diri, maka dilakukanlah tunu Passau yaitu Ammatoa membakar kemenyan sambil membaca mantra yang dikirmkan kepada pelaku agar jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia secara tidak wajar.

Tiap akhir tahun, masyarakat adat suku kajang melakukan ritual andingingi yang berarti mendinginkan. Ini merupakan salah satu bentuk kesyukuran mereka atas kemurahan alam dengan cara mendinginkannya. Waktu tersebut adalah saatnya alam untuk diistirahatkan setelah dikelolah dan dinikmati hasilnya selama satu tahun.

Luas Desa Tana Toa, 331,17 hektar dan terbagi menjadi dua yaitu suku Kajang luar dan Kajang dalam. Masyarakat Kajang luar, tersebar dan menetap di tujuh dusun. Sementara masyarakat Kajang dalam tinggal  di satu dusun yaitu Benteng. Di dusun Benteng inilah, masyarakat Kajang secara keseluruhan melakukan segala ritual dan aktifitas yang  berkaitan dengan adat istiadat.

Meski suku ini terbagi kedalam dua kelompok, akan tetapi tidak ada perbedaan diantara mereka. Semuanya berpegang teguh terhadap ajaran leluhur.  

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI