Berawal Dari Cuitan, Ribuan Hiu Terselamatkan

Sabtu, 13 Agustus 2016 | 12:05 WIB
Berawal Dari Cuitan, Ribuan Hiu Terselamatkan
Komunitas Save Shark. (suara.com/Komunitas Save Shark)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mitos mengenai manfaat mengonsumsi sirip hiu bagi kesehatan, membuat banyak restoran menyediakan menu berbahan predator utama laut ini. Para nelayan pun melihat tren ini sebagai peluang untuk memburu hiu demi meraup untung  besar.

Padahal, hiu termasuk hewan yang dilindungi. Bahkan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) menggolongkan 12 jenis hiu dalam daftar Appendix 1, 2, dan 3 yang secara garis besar berisi larangan memperdagangkan suatu spesies karena terancam punah.

Isu perburuan hiu pun marak di berbagai negara, termasuk Indonesia. Indonesia, berdasarkan laporan TRAFFIC periode 2000-2010, bahkan disebut sebagai penangkap hiu terbesar di dunia karena tingginya permintaan pasar terhadap produk hiu, yang meliputi sirip, minyak, maupun kulit.

Jengah dengan aksi perburuan terhadap produk hiu, traveller Riyanni Djangkaru pun berupaya mengampanyekan upaya penyelamatan ikan hiu di Indonesia melalui media sosial Twitter sejak 2010 lalu.

Bermula dari tagar #SaveSharks Riyanni dan mereka yang peduli akan kelestarian hiu di Indonesia bergabung dalam satu wadah dalam komunitas Save Sharks.

Dalam perbincangan dengan suara.com beberapa waktu lalu, Riyanni pun berbagi cerita mengenai latar belakang terbentuknya komunitas #SaveSharks ini.

"Jadi pada akhir 2010 lalu aku kontribusi untuk sebuah majalah menyelam di Indonesia. Pada waktu itu kita sedang cari isu-isu kelautan apa sih yang akan dipublikasikan lebih luas lagi. Dan diantara banyak isu, dukungan terhadap penyelamatan hiu di Indonesia nggak kedengeran suaranya," ujarnya.

Padahal, menurutnya, di dunia Internasional #SaveSharks ini sudah mulai digaung-gaungkan. Sehingga Riyanni dan beberapa kawannya memutuskan untuk lebih aktif mengampanyekan penyelamatan hiu di Indonesia.

Meski bermula dari cuitan di media sosial, Riyanni tak menyangka bahwa kepedulian masyarakat akan upaya perlindungan hiu terus meningkat. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah follower twitternya. Para pengikut ini juga antusias berdiskusi mengenai upaya pelestarian hiu di Indonesia.

"Kampanye melalui sosial media itu banyak keuntungannya, selain murah, penggunaan tagar juga bisa menghubungkan kita dengan orang lain yang memiliki fokus yang sama di berbagai titik baik di Indonesia maupun di Mancanegara," tambahnya.

Terhitung, ratusan orang tergabung dalam komunitas Save Sharks Indonesia. Riyanni dan anggota komunitas yang digagasnya ini pun juga memiliki agenda rutin seperti kopi darat (kopdar) untuk membahas isu-isu terhangat yang berkaitan dengan penyelamatan ikan hiu.

Lewat komunitas ini pula, Riyanni banyak diundang ke berbagai negara sebagai pembicara. Suara komunitasnya ini pun mendesak pemerintah dalam merumuskan regulasi tentang perlindungan ikan hiu di Indonesia.

Dan tidak sia-sia, Ia berhasil mendorong pemerintah untuk membuat regulasi perlindungan hiu paus, pari manta, hiu yang mengandung, dan beberapa jenis hiu lainnya.

"Negara kita termasuk salah satu penghasil sirip hiu terbesar di dunia. Sayangnya dari sisi regulasi dan pelestarian, kita paling lambat. Kalau ngomongin ekonomi, pajak perdagangan ikan hiu juga sama dengan pajak ikan kering lainnya. Padahal hiu ini ikan kering termahal di dunia. Kenapa pajaknya tidak ditinggiin saja supaya jumlahnya tidak terlalu tereksploitasi," ujar mantan presenter Jejak Petualang tersebut.

Jika Anda tertarik mengampanyekan hal yang sama, ikuti akun sosial media mereka di twitter @itong_hiu atau fanpage Facebook Save Sharks Indonesia.








BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI