Suara.com - Pernah membacakan dongeng untuk anak, tapi merasa bingung, cerita apa yang sesuai dengan tahapan usianya? Ya, mungkin banyak orangtua yang mengalami hal ini.
Sebelum membahas lebih jauh, Murti Bunanta, pendiri Kelompok Pecinta Bacaan Anak (KPBA) menjelaskan bahwa ada dua cara mendongeng yang bisa dilakukan orangtua, yaitu mendongeng dengan membacakan buku, serta mengolah dan mengembangkan cerita dari buku menjadi cerita sendiri.
Jika mendongeng yang sumbernya dari buku, lanjut dia, sebenarnya semua cerita cocok untu anak usia berapapun. Hanya saja, kata Murti, orangtualah yang harus memiliki kemampuan lebih untuk mendongeng atau bercerita, sesuai dengan usia anak.
"Yang bisa memilih cerita, hanya guru atau orangtuanya. Cerita ini, anak saya sudah mengerti atau belum. Mungkin, kalau anaknya masih PAUD, semua kata nggak usah dibaca. Pendekkan cerita itu, tapi tetap pada intinya, biar mereka tidak bosan. Atau bisa juga jelaskan dari gambarnya saja. Anak belajar juga kosa kata," terangnya yang juga seorang ahli sastra anak ini dalam acara Perayaan 30 Tahun KPBA di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (5/8/2016).
Ia juga menjelaskan bahwa jika dalam buku tersebut ada cerita percintaan yang kurang cocok bagi anak, maka hilangkan atau tidak perlu diceritakan pada anak.
Nah, untuk bisa memperkenalkan buku yang baik, resep paling umumnya kata Murti adalah orang tua atau guru harus membaca dulu buku tersebut sebelum diberikan pada anak.
Sedangkan untuk cara kedua, di mana orangtua mengolah dan mengembangkan cerita dari buku, menjadi cerita sendiri, tambah dia, hal yang harus diperhatikan adalah pemilihan kata. Menurut Murti tidak semua kata dapat dimengerti oleh anak. Selain itu, hindari pula pemakaian kata yang berarti negatif.
Misalnya, Murti mencontohkan, "putri itu menangis tersedu-sedu. Seperti apa sih tersedu-sedu itu? Anak kan belum paham. Atau mau bercerita tentang Malin Kundang, lalu orangtua mengatakan Dasar anak terkutuk'. Nah itu juga tidak boleh. Anak akan menyerap dan berpikir bahwa orangtuanya juga senang sumpah-serapah," jelas dia.
Selain itu, jangan pula melebih-lebihkan cerita, ditambah dengan ekspresi yang berlebihan. Hal ini, menurut Murti, bisa membuat anak lebih fokus pada ekspresi orangtua dibandingkan ceritanya.
"Buku tentang cerita hewan memang sangat diminati anak. Selain itu, cerita rakyat juga sangat bagus, Indonesia punya banyak sekali cerita rakyat, yang sudah pasti punya nilai moral yang bisa diambil," terangnya lagi.
Selain itu, tambah Murti, ada pula buku tentang ilmu pengetahuan, mengenalkan pohon, hewan, bulan, bintang juga bisa membuat anak antusias.