Ada paket Kluster Jawa-Bali, sekitar 6-8 hari, mulai dari Denpasar-Surabaya-Semarang-Cirebon-Jakarta, dan paket Klaster Jawa-Bali, dari Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya, dan berakhir di Denpasar.
“Paket ini belum lama diluncurkan, tetapi sudah mulai ada peminatnya, dan naik dari tahun sebelumnya. Kita jangan melihat performance-nya saja, lihat juga proyeksinya. Ketika Jalur Cheng Ho ini jadi, destinasinya dibangun bagus, maka potensinya menjadi besar,” ungkap Harry, yang didampingi Asisten Deputi (Asdep) Pengembangan Destinasi Wisata Budaya Kemenpar, Lokot Enda.
Lokot menyatakan, masih melihat banyak aspek yang harus dikembangkan secara bersama-sama. Peran Pemda Kota Semarang dan Pemprov Jateng untuk mengembangkan destinasi lain, yang terintegrasi harus melibatkan media (M) lokal dan asing, agar memiliki proximity yang kuat.
Peran community (C) juga bisa lebih diberdayakan, agar bisa mendapatkan keuntungan. “Tinggal melibatkan akademisi (A) dan pelaku industru atau business (B). Maka segilima pentahelix tersebut akan mempercepat pengembangan destinasi budaya berbasis Cheng Ho,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya, yang pada perayaan Laksamana Cheng Ho 2015 hadir dan mengenakan kostum kebesaran itu, membenarkan pernyataan staf ahlinya.
“Promosikan dengan baik jalur Cheng Ho untuk Tiongkok atau pasar China. Ketika orang Asia disetuh dengan kebudayaan dan sejarah masa lalu, maka mereka ingin tahu sejarah nenek moyang mereka,” kata Arief.
Arief, yang sudah tiga kali bertemu dengan Chairman of China National Tourism Administration (CNTA), Mr Li Jinzao, dua kali di Beijing dan sekali di Xi’an, menyatakan setuju untuk mengembangkan silk road jalur tenggara, melewati Laut China Selatan, yang dinamai Jalur Cheng Ho.
“Saat ini, turis Tiongkok sudah mulai berdatangan, dan mereka senang Bali dan Batam-Bintan. Jadi paket Cheng Ho itu cocok. Berawal dari Bali, berakhir di Batam-Bintan, melewati jalur utara Jawa, mampir satu kota ke kota yang lain,” ujarnya.