Suara.com - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) kini tengah memaksimalkan Sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan kunci dari semua persoalan mendasar dalam pariwisata.
Melalui Chief Executive Officer (CEO) Message ke-5, Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya menekankan, pilihlah orang dulu, baru menugaskan pekerjaan. Istilahnya menentukan “who” dulu, baru menjelaskan “what.”
“First Who, then What! Pilih orangnya dulu, kemudian katakan keinginanmu. Ini ada dalam buku Jim Collins berjudul Good to Great. Ada dua proses besar untuk menggulirkan perubahan dalam organisasi yang hebat, istilahnya 'Good to Great'. Proses pertama adalah 'build up', yang terdiri dari Level 5 Leadership (level kepempimpinan), First Who then What (siapa kemudian apa), dan Confront the Brutal Facts (konfrontasikan pada fakta-fakta paling tak diinginkan). Proses kedua adalah 'breakthrough', yang terdiri dari Hedgehog Concept (konsep babi hutan), Culture of Discipline (disiplin budaya), dan Technology Accelerators (akselerasi teknologi),” jelas Arief, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, banyak pemimpin yang lebih memilih pendekatan First What then Who.
“Mereka seringkali terjebak dengan menetapkan visi, misi, dan strategi, baru kemudian memilih orang-orangnya,” katanya.
Karena itulah, soal SDM pariwisata, menpar konsisten menggelar pelatihan dasar SDM kepariwisataan di berbagai destinasi wisata, dimana yang terakhir dilakukan di Candi Dasa Karangasem, Bali, 22-23 Juli 2016.
”Pelatihan ini merupakan lanjutan dari pelatihan-pelatihan sebelumnya, yang dimaksudkanuntuk memberikan pengetahuan kepariwisataan ke berbagai kalangan, agar terjadi pemahaman yang sama dan komprehensif mengenai pariwisata,” ujar Deputi Bidang Kelembagaan Kemenpar, Ahman Sya.
Dalam pelatihan tersebut hadir seluruh peserta dari kalangan pemandu wisata selam, tokoh masyarakat, perangkat desa, industri pariwisata, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mereka akan bersentuhan langsung dengan wisatawan, baik mancanegara maupun Nusantara.
“Mereka harus menjadi duta-duta bangsa yang baik, bisa membawakan diri dengan santun. Total ada 150 orang,” kata laki-laki asal Ciamis itu.
Ahman menambahkan, pelatihan itu memiliki banyak manfaat dan nilai positif bagi masyarakat, terutama pelaku pariwisata. Mereka semakin paham standar pelayanan bagi wisman, baik dari sisi komunikasi, kebiasaan hidup, dan hal-hal yang tak boleh disentuh.
”Tentu, akhir dari pelatihan ini adalah untuk kesejahteraan masyarakat, terutama di kawasan pariwisata yang dikembangkan,” ujarnya.
Dalam materi pelatihan terakhir, imbuh Ahman, wilayah Bali, dalam hal ini Karang Asem diunggulkan dalam hal destinasi budaya dan religius. Kendati Bali bisa dikatakan mapan dalam hal pariwisata, namun tetap dibutuhkan komitmen untuk mempertahankan di puncak kejayaan saat ini.
“Mempertahankan jauh lebih sulit dari meraihnya,” katanya lagi.
Pelatihan sejenis ini sudah digelar kali ke-50 di beberapa provinsi, sedangkan teknis pelatihan untuk menjaga kompetensi pemandu wisata sebanyak 10 kali di berbagai provinsi.
Tugas Kemenpar amat besar. Selain promosi, menggali originasi, mengembangkan destinasi, memperkuat industri, SDM juga merupakan pekerjaan rumah yang tidak bisa dibilang ringan.
Kemenpar kini memayungi Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung dan Bali, serta memiliki Akademi Pariwisata (Akpar) Medan dan Makassar. Kemenpar akan membangun lagi Politeknik Pariwisata di Palembang dan Lombok.
”Jelas, tujuannya untuk memperkuat dan memperbanyak tenaga kerja di sektor pariwisata," katanya.
Pada Oktober 2015, pihaknya juga sudah bekerja sama dengan Kementerian tenaga Kerja (Kemenaker) untuk menggenjot 3.040 SDM pariwisata. Saat ini, sebanyak 35.000 SDM sedang dinaikkan level kualitasnya, agar mampu menyambut wisatawan dalam menghadapi perkembangan global pariwisata dunia.
“Saat ini ada 35.000 SDM dari berbagai profesi sedang melaksanakan uji kompetensi dari berbagai profesi di seluruh Indonesia. Kawasan tiga great akan kami maksimalkan, yaitu Great Batam, Great Jakarta dan Great Bali," katanya.