Suara.com - Anda seorang arsitek atau desainer rancang bangun homestay (pondok wisata)? Jika ya, Anda diungdang ikut serta dalam “Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016”, untuk membangun homestay yang digelar BKRAF bersama Kementerian Pariwisata (Kemenpar), yang sudah diluncurkan di Jakarta Convention Centre (JCC), Jumat, 22 Juli 2016.
”Kelak, pondok wisata itu akan dikelola masyarakat dan akan menjadi daya tarik tersendiri di destinasi wisata prioritas,” ujar Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Mengapa harus arsitektur Nusantara? Laki-laki asal Banyuwangi ini menjelaskan, seni dan budaya membangun rumah adat di Indonesia sangat beragam, karena ada ratusan suku, dengan ratusan model arsitektur pula. Tetapi kini, warisan budaya design itu makin tergusur oleh model-model minimalis yang menyerbu di hampir semua kota di Tanah Air, termasuk daerah-daerah yang diproyeksikan menjadi kawasan pariwisata.
Dia mencontohkan, atap rumah begonjong di Minang Kabau sudah mulai susah dicari di Bukittinggi, Sumatera Barat. Begitu pun arsitektur di daerah lain, seperti rumah adat Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah Bolon Pakpak, atau rumah Bolon Angkola. Rumah Bolon berbentuk persegi empat, mirip rumah panggung, tinggi dari tanah sekitar 1,75 meter (m), sehingga jika ada tamu harus menggunakan tangga dan menundukkan kepala, karena pintunya kecil dan pendek.
Indonesia juga memiliki rumah adat Toraja, ada Joglo dan Pendopo Limasan Jawa, ada Kudusan, Betawi, Sunda, Bali, dengan ornamen warna orange dan batu hitam ukir, Kalimantan memiliki rumah panggung, Sulawesi juga mempunyai rumah kayu panggung, karena menghindari serbuan binatang buas. Ornamen-ornamen dan desain itulah yang disayembarakan, demi mendapatkan model terbaik.
Lebih lanjut, mantan Direktur Telkom ini juga menambahkan bahwa langkah melestarikan dan mengembangkan desain arsitektur Nusantara untuk pariwisata tidak hanya sebagai upaya menjaga kearifan budaya lokal Indonesia, tapi juga untuk melahirkan ikon-ikon desain bangunan dan infrastruktur lingkungan, yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia.
”Jadi, nantinya jika pondok wisata atau homestay itu sudah dibangun, maka akan dijual kepada masyarakat melalui sistem KPR (kredit pemilikan rumah) dengan suku bunga tetap, sebesar 5 persen dan uang muka 1 persen. Jatuhnya sangat murah, dan tidak akan ada yang lebih murah dari itu,” ujar laki-laki peraih Marketeer Of The Year 2013 versi MarkPlus itu.
Arief juga menambahkan, pondok wisata akan dibangun pihak pengembang bekerja sama dengan perbankan. Ditargetkan, 100.000 pondok wisata itu sudah terbangun pada 2019.
”Ini akan menjadi bisnis pariwisata untuk masyarakat. Tentunya, estetika desain dan kualitas homestay atau pondok wisata adalah faktor penting yang mempengaruhi wisatawan berkunjung ke Indonesia,” katanya.
Sejalan dengan program Kemenpar, yang ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo untuk meraih 20 juta wisatawan mancanegara (wisman) sampai 2019, ide kreatif dari para arsitek di seluruh Indonesia dalam proyek pembangunan manapun sangat diharapkan bisa memberikan kontribusi untuk wisata.