"Nggak boleh buang sampah sembarangan, nggak boleh merokok sembarangan. Semua tertib. Kalau ingin merokok, harus merokok di tempat yang sudah disediakan. Motor dan mobil juga tidak diperkenankan masuk ke desa ini. Motor dan mobil akan ditaruh di garasi belakang rumah dengan jalur masuk yang berbeda," terang Yuniartha, Penglipuran, Sabtu (23/7/2016).
Sementara itu, Ketua PKK Desa Penglipuran, Ni Wayan Nomi menyatakan, setiap bulannya, para ibu di Desa Penglipuran berkumpul untuk memilah sampah. Sampah organik dan nonorganik dipisah. Sampah organik akan diolah menjadi pupuk, sementara sampah nonorganik akan dijual dan ditabung ke bank sampah di desanya. Satu kilogram (kg) sampah dihargai Rp 200.
Hal lain yang membuat nama Penglipuran meroket adalah keharmonisan kehidupan masyarakatnya. Hubungan manusia dengan lingkungan serta manusia dengan Tuhan, sangat terjaga dengan baik.
"Tradisi yang dilakukan oleh warga-warga Desa Penglipuran memang sesuai dengan arti dari kata 'penglipuran', yang berasal dari kata 'pengeling Pura'. Artinya, 'tempat suci untuk mengingat para leluhur'," timpal Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita) Bali, I Ketut Ardana.
Bila penasaran, tak ada salahnya mampir ke Penglipuran. Saat menjejakkan kaki di sana, dijamin Anda tidak akan lelah berjalan kaki, karena udaranya sejuk.
"Alamnya juga indah. Silahkan mampir untuk merasakan sensasi berwisata di salah satu desa terbaik dunia," ajak Ardana.