Magisnya Pesta Kebudayaan Bernama "Festival Lima Gunung"

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 20 Juli 2016 | 07:05 WIB
Magisnya Pesta Kebudayaan Bernama "Festival Lima Gunung"
Pembukaan Festival Lima Gunung (FLG) XV di komplek Candi Gunung Wukir Dusun Canggal, Kadiluwih, Salam, Magelang, Jateng, Selasa (19/7). (Antara/Anis Efizudin)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Festival Lima Gunung XV/2016, Selasa (19/7/2016) resmi dibuka di Candi Gunung Wukir, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sesajian "pala kependhem" menjadi tema utama dalam pesta kebudayaan oleh seniman petani itu.

Ratusan orang, terutama kalangan seniman petani Komunitas Lima Gunung dengan berbagai kelompok seniman, pemerhati budaya, dan warga setempat yang menjadi jejaring komunitas itu, menjalani prosesi pembukaan festival tahunan secara mandiri atau tanpa sponsor, di candi yang masuk Dusun Carikan dan Canggal, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang.

Dengan mengenakan pakaian serba warna putih dan hitam membawa berbagai sesaji, terutama pala kependem, seperti singkong, umbi, tales, gembili dalam prosesi ritual secara khidmat dan tanpa tabuhan riuh alat musik.

Arak-arakan dimulai dari halaman rumah warga Dusun Carikan menuju puncak bukit setinggi sekitar 335 meter dari permukaan air laut, yang dikenal sebagai Gunung Wukir, tempat reruntuhan candi era Mataram Kuno tersebut.

Sesajian lainnya yang mereka bawa, antara lain, berbagai sayuran panenan petani di Kabupaten Magelang yang dikelilingi lima gunung, yakni (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh), ingkung, ayam jantan dan betina, dupa, air, bunga mawar warna merah serta putih.

Festival Lima Gunung XV berlangsung mulai 19 hingga 24 Juli 2014 di kawasan antara Gunung Merapi dan Merbabu di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang dengan melibatkan sekitar 50 grup kesenian Komunitas Lima Gunung, kelompok-kelompok kesenian di desa-desa sekitarnya, serta beberapa grup dari sejumlah kota besar lainnya, dalam tema "Pala Kependhem".

Festival ini akan diramaikan dengan berbagai pentas kesenian tradisional dan kontemporer, performa seni, pameran seni rupa, peluncuran buku Komunitas Lima Gunung "Jawadwipa Kependhem", kirab budaya, dan pidato kebudayaan oleh para tokoh.

Dusun Keron yang menjaid tuan rumah, telah dihiasi dengan berbagai instalasi berbahan alam dan dua panggung pertunjukan oleh warga dusun setempat yang menghidupi kesenian petani dalam Sanggar Saujana pimpinan Sujono.

Candi Gunung Wukir yang di candi utamanya masih terdapat satu yoni dengan tiga reruntuhan candi perwara adalah peninggalan era Mataram Hindu. Pada 1879, di candi itu ditemukan Prasasti Canggal berangka tahun 654 Saka atau 732 Masehi. Angka tahun tersebut menunjuk masa kepemimpinan Raja Sanjaya, keturunan Ratu Shima (674 s.d. 689 Masehi).

Prasasti yang kini disimpan di Museum Nasional di Jakarta itu menorehkan catatan tentang masyarakat yang hidup makmur, tenteram, patuh terhadap aturan, dan kepemimpinan yang bermartabat.

Ihwal itulah kiranya menjadi inspirasi para seniman petani Komunitas Lima Gunung untuk merumuskan tema besar festival mereka tahun ini sebagai "Pala Kependhem".

Bahwa nilai-nilai hidup bersama dan keadaan masyarakat yang sejahtera pada masa lalu, telah lama terpendam meskipun tidak mati. Mereka menemukan dalam simbolisasi tanaman pertanian mereka "pala kependhem" yang hidup, tumbuh, dan berbuah di dalam tanah hingga siap dipetik, menjadi suri teladan kehidupan para era kini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI