Studi: Delima Dapat Menghambat Penuaan Dini

Ririn Indriani Suara.Com
Senin, 18 Juli 2016 | 07:46 WIB
Studi: Delima Dapat Menghambat Penuaan Dini
Ilustrasi buah delima (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah tim ilmuwan dari EPFL dan perusahaan Amazentis melakukan penelitian manfaat delima untuk menghambat proses penuuan.

Mereka menemukan bahwa molekul dalam delima, diubah oleh mikroba dalam usus, mampu membuat sel-sel otot melindungi dirinya sendiri terhadap salah satu penyebab utama penuaan. Penelitian ini seperti dilansir Meet Doctor melibatkan hewan pengerat.

Uji klinis pada manusia saat ini sedang berlangsung, tapi temuan awal telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine.

Sejalan usia, sel-sel kita semakin berjuang untuk mendaurulang kekuatan mereka. Mitokondria kita tak lagi mampu melaksanakan fungsi vitalnya sehingga terakumulasi di dalam sel.

Degradasi ini mempengaruhi kesehatan banyak jaringan, termasuk otot, yang secara bertahap akan melemah seiring waktu. Penumpukan mitokondria yang tidak lagi berfungsi diduga berperan dalam munculnya penyakit khas usia tua, seperti penyakit Parkinson.

Para ilmuwan berhasil mengidentifikasi adanya sebuah molekul yang  berhasil membangun kembali kemampuan sel untuk mendaur ulang komponen mitokondria yang rusak. Molekul ini bernama urolithin A.

"Ini satu-satunya molekul yang dikenal yang dapat melancarkan kembali pembaruan mitokondria, atau dikenal sebagai mitophagy," kata Patrick Aebischer, penulis studi tersebut.

Tim mulai dengan menguji hipotesis mereka pada hewan nematoda C. elegans. Ini adalah subjek penelitian favorit di antara para ahli anti-aging  karena setelah hanya 8-10 hari, nematoda sudah dianggap tua.

Umur cacing terkena urolithin A meningkat lebih dari 45 persen dibandingkan dengan kelompok yang tidak terpapar urolithin-A. Sedangkan ujicoba pada tikus menunjukkan,  tikus yang berumur sekitar dua tahun dan diberi urolithin A, menunjukkan daya tahan 42 persen lebih baik saat berjalan dibanding tikus yang sama tuanya namun tidak diberi papara urolithinA.

Delima  sendiri tidak mengandung molekul ajaib urolithin-AA melainkan mengandung prekursor atau molekul yang diubah menjadi urolithin A oleh mikroba yang menghuni usus. Karena itu, jumlah urolithin A yang dihasilkan dapat bervariasi, tergantung pada spesies hewan dan flora hadir dalam microbiome usus kita.

Ada beberapa individu yang tidak menghasilkan urolithn-A sama sekali meski mengonsumsi buah delima. Menurut Chris Rinsch, co-penulis dan CEO dari Amazentis, proses evolusi ini menjelaskan efektivitas molekul: "Prekursor untuk urolithin A ditemukan tidak hanya ada dalam buah delima, tetapi juga dalam jumlah yang lebih kecil dapat ditemukan di kacang-kacangan dan biji-bijian.  Namun agar urolithin-A bisa  diproduksi,  bakteri usus harus mampu memecah apa yang kita makan.

Bagi mereka yang tidak memiliki jenis mikroba yang tepat dalam ususnya,  para ilmuwan sedang bekerja untuk menemukan solusinya. Penulis studi mendirikan sebuah perusahaan start-up, Amazentis, yang telah mengembangkan metode untuk memberikan dosis kecil urolithin A yang telah dikalibrasi.

Perusahaan saat ini sedang melakukan uji klinis pertama untuk pengujian molekul pada manusia di rumah sakit di Eropa.

 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI