Wisatawan dari berbagai negara yang datang ke Bromo seakan tidak pernah ada habisnya. Di sekitar Bromo hingga puncak gunungnya di Pananjakan, tidak ditemui tanaman hijau, selain semak belukar. Gunung Bromo memiliki lembah dan ngarai, dengan kaldera atau lautan pasir sekitar 5.250 hektare (ha), di ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Sesajen yang diberikan dalam ritual Yadnya Kasada adalah untuk Sang Hyang Widhi dan para leluhur, terutama Roro Anteng (Putri Raja Majapahit) dan Joko Seger (Putra Brahmana).
Didgdayo bercerita, tepat pada malam ke-14 bulan Kasada, Suku Tengger akan beramai-ramai membawa sesajen berupa hasil ternak dan pertanian ke Pura Luhur Poten dan menunggu hingga tengah malam, saat dukun ditasbihkan tetua adat. Berikutnya, sesajen yang disiapkan akan dibawa ke atas kawah gunung untuk dilemparkan, sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang.
Bagi Suku Tengger, tradisi melempar sesaji ke Kawah Bromo tersebut merupakan bentuk rasa syukur atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah. Di dalam kawah telah menunggu banyak pengemis dan penduduk Tengger yang tinggal di pedalaman. Uniknya, mereka jauh-jauh hari sudah tiba di sini, bahkan sengaja mendirikan tempat tinggal sementara di sekitar Gunung Bromo.
Mereka berharap mendapatkan ongkek-ongkek yang berisi sesajen, berupa buah-buahan, hewan ternak, dan uang. Aktivitas penduduk Tengger pedalaman yang berada di kawah Gunung Bromo dapat Anda lihat sejak malam hingga siang hari, menjelang upacara Yadnya Kasada Bromo.
”Untuk menyaksikan Yadnya Kasada Bromo, Anda disarankan datang sebelum tengah malam, karena ramainya persiapan para dukun dan masyarakat. Perlu diperhatikan juga, perjalanan melalui jalan lain ke arah bawah gunung perlu dilakukan secara beriringan dengan rombongan penduduk yang menuju pura, agar tidak tersesat. Kabut yang tebal dan jarak pandang terbatas bisa membuat wisatawan tersesat,” pintanya.
Sementara itu, Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya menyebut bahwa budaya dan tradisi ini memiliki kearifan lokal di Bromo. Ia mengingatkan agar atraksi alamnya diperhatikan dengan baik, terutama manajemen sampah, yang sering dikeluhkan banyak pihak di destinasi pegunungan.
“Service atau pelayanan yang baik, kebersihan, dan toilet yang terjaga, itu penting dalam jangka pendek. Jangka panjangnya adalah 3A, atraksi, akses, dan amenitas (fasilitas pendukung) yang tidak bisa ditawar-tawar lagi," katanya.