6 Alasan Tidak Adu Nasib di Jakarta Pasca-Lebaran

Tomi Tresnady Suara.Com
Senin, 11 Juli 2016 | 08:01 WIB
6 Alasan Tidak Adu Nasib di Jakarta Pasca-Lebaran
Penjual suvenir di jalan raya kawasan Jakarta. [pixabay]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

2. Macet

“If you can survive driving in Indonesia, you can survive anywhere”

Kalimat sedikit nyeleneh di atas tentu saja beralasan, walaupun tidak menyebutkan kota Jakarta.

Namun mengingat Jakarta sebagai ibu kota sekaligus etalase Indonesia, tentu saja Jakarta yang menjadi kiblatnya. Tahukah Anda, Jakarta berada di urutan teratas sebagai kota termacet di Dunia versi Castrol.

Rata-rata setiap tahunnya pengemudi kendaraan di Jakarta mengalami 33,240 start-stop alias kemacetan. Hal ini tidak mengherankan mengingat pembangunan infrastruktur tidak sebanding dengan pertumbuhan populasi kendaraan.

Ditambah lagi fasilitas transportasi yang tidak memadai membuat para penduduknya lebih senang menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi bekerja. Mengakibatkan jumlah kendaraan pribadi lebih banyak ketimbang transportasi umum.

3. Jumlah Penganguran Yang Semakin Bertambah

Berbanding lurus dengan semakin padatnya jumlah penduduk. urbanisasi juga menyebabkan bertambah banyaknya jumlah pengangguran di Jakarta.

Alih-alih ke Jakarta untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, yang terjadi justru semakin banyaknya pengangguran di kota tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tahun ini (Februari 2014 – Februari 2015).

Jumlah pengangguran di Indonesia meningkat 300 ribu orang, sehingga total pencapaian hingga 7,45 juta orang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI