Suara.com - Keumamah, demikian jenis ikan olahan yang ada di Aceh yang sudah dikenal sejak lama ini disebut. Bentuknya persis seperti kayu dan keras, sehingga dikenal juga dengan istilah "ikan kayu". Ternyata, di balik nikmatnya menyantap ikan olahan tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan rakyat Aceh melawan penjajah.
Sengitnya perjuangan para tokoh Aceh pada masa lalu dalam melawan penjajah, hingga harus bergerilya di hutan-hutan dalam waktu yang lama, membuat logistik perang harus selalu ada termasuk dalam bidang makanan.
Oleh para pejuang Aceh pada masa lalu, ikan kayu diolah sebagai bahan lauk pauk ikan yang bisa tahan lama hingga berbulan-bulan guna mencukupi kebutuhan gizi pejuang, tapi tetap nikmat untuk lauk. Maka dari itulah muncul Keumamah, ungkap Tgk. Matang, salah seorang pemerhati sejarah Aceh di Lhokseumawe.
Karena beratnya perjuangan yang dilakukan serta pasukan yang harus berpindah-pindah di hutan dalam upaya memerangi musuh, maka para pejuang Aceh saat itu menjadikan keumamah tersebut sebagai salah satu cadangan logistik yang praktis dan mudah dibawa ke mana saja.
Biasanya, sebut Tgk. Matang, selain keumamah ada lagi bahan masakan yang dibawa, yaitu Asam Sunti atau yang lebih dikenal dengan 'asam Aceh. Belimbing wuluh yang dijemur kemudian diasinkan, serta memiliki daya tahan yang lama juga.
"Keumamah ini, selain bisa dinikmati tanpa diolah lagi, juga sering sering diolah dengan asam sunti. Sehingga menimbulkan selera makan pejuang saat itu. Oleh karena itu, dua bahan ini tak dapat dipisahkan saat itu," ungkapnya.
Pejuang-pejuang Aceh yang dikenal sulit ditaklukkan oleh penjajah, dalam melakukan perjuangannya ternyata memiliki cara jitu untuk tetap bertahan lama di hutan dengan mengolah berbagai kebutuhan sesuai dengan masa perang saat itu. Salah satunya dengan munculnya keumamah ini.
Di masa lalu keumamah juga menjadi bekal bagi jamaah haji Aceh yang hendak berangkat ke tanah suci. Ini karena saat itu berhaji harus menggunakan kapal layar yang memakan waktu lama sampai di Mekah.
Bagi orang Aceh, Keumamah merupakan jenis lauk pauk yang praktis dan mudah serta dapat diolah dengan berbagai bahan masakan khas Aceh lainnya, sehingga menimbulkan selera makan. Meski lahir di medan perang, namun kelestariannya terjaga hingga sekarang.
Lantas bagaimanakah masakan Keumamah tersebut. Salah seorang pemilik ikan olahan di perkampungan nelayan Pusong Lhokseumawe, Tgk. Rusli, mengatakan, bahwa ikan yang khusus diolah untuk Keumamah adalah ikan tongkol.
Ikan Tongkol yang masih segar, direbus hingga matang. Kemudian dibelah empat dan dibuang tulang serta kepalanya, selanjutnya baru dijemur di bawah matahari hingga beberapa hari.
"Jika semakin lama dijemur, maka kadar airnya akan semakin berkurang dan daging ikannya akan semakin keras, persis seperti kayu," ungkapnya.
Menurut Tgk. Rusli, jika sudah keras seperti kayu, maka untuk mengonsumsinya, badan ikan diiris tipis-tipis hasilnya seperti irisan kayu, direndam sebentar untuk melembutkan dagingnya, baru dimasak, ujarnya.
Sebutnya, permintaan ikan Keumamah, tinggi saat sedang sepi hasil tangkapan ikan nelayan. Alasannya, karena salah satu alternatif masyarakat untuk mencukupi gizi dari ikan, salah satunya dengan mengonsumsi ikan Keumamah tersebut yang diolah dengan berbagai jenis masakan.
"Bila sedang tidak musim ikan, karena sulitnya nelayan melaut atau berkurangnya hasil tangkapan ikan di laut, maka permintaan ikan Keumamah tersebut, lebih tinggi dari biasanya," ungkap pemilik pengolahan ikan asin di Lhokseumawe itu.
Begitu juga sebaliknya, jika sedang banyak hasil tangkapan ikan oleh nelayan, maka tingkat permintaan ikan keumamah juga menurun. Akan tetapi, menurut penuturan pemilik usaha pengolahan ikan tersebut, bahan baku untuk Ikan Keumamah lebih mudah didapatkan jika sedang musim ikan, terutama untuk jenis ikan tongkol.
"Jika sedang musim ikan tongkol, maka banyak jenis ikan tersebut diolah dijadikan ikan keumamah. Selanjutnya setelah diproses dijual ke pasar kepada pedagang ikan asin," ucapnya. (Antara)