Lindungi Satwa Liar dengan Cara Ini

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 08 Juni 2016 | 07:27 WIB
Lindungi Satwa Liar dengan Cara Ini
Ilustrasi harimau Sumatera merupakan salah satu satwa yang dilindungi.. [Shutterstock/Vladimir Wrangel]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Selama ini berkembang pemikiran di tengah masyarakat, memelihara  satwa dilindungi atau menyimpan bagian tubuhnya sebagai alat status sosial dan gengsi.

Padahal, kebiasaan ini justru tak bagus untuk perlindungan satwa langka karena memicu perburuan satwa langka untuk diperdagangkan.

Demikian salah satu kesimpulan dari diskusi publik bertajuk, “Hentikan dan Laporkan Perdagangan Satwa Dilindungi" yang dihelat WWF Indonesia dalam rangka menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni 2016 lalu. Tema ini selaras dengan tema global Hari Lingkungan Hidup  Sedunia tahun ini,  yakni 'Wild for Life - Zero Tollerance for Illegal Wildlife Trade'.

Diskusi publik yang menghadirkan beberapa instansi seperti Ditjen Penegakkan Hukum Lingkungan KLHK, serta para aktivis pencinta lingkungan seperti Davina Veronica, Jessica Mila, Ricky Cuaca,, Jamaica Café,  Turtle Conservation and Education Center, dan beberapa komunitas pencinta satwa ini memunculkan akar permasalahan yang kerap diabaikan, yaitu soal anggaran pengawasan SDA yang sangat kecil.  

Anggota Komisi VII DPR, Aryo Djojohadikusumo mengatakan anggaran untuk ranger (penjaga hutan) hanya Rp42 miliar setahun, padahal ada 30-an spesies Indonesia yang masuk ke IUCN Red List yang harus dilindungi. Dan, satwa ini tersebar di berbagai daerah.

Tak hanya regulasi yang diperkuat, dan kesadaran publik juga harus ditingkatkan.

"Masyarakat diminta melaporkan jika mengetahui ada satwa dilindungi yang diperdagangkan," ujarnya.

Paradigma masyarakat yang menjadikan pemeliharaan satwa dilindungi atau menyimpan bagian tubuhnya sebagai alat status sosial dan gengsi, juga sudah harus dihilangkan.

Dalam diskusi ini juga terungkap bahwa perdagangan satwa dilindungi  seperti fenomena gunung es, semakin diusut semakin banyak ditemukan kasus dan modusnya.

Selain itu penegakkan hukum dibutuhkan pendekatan multi door (penggunaan beragam undang-undang) dan memguatkan koordinasi antar instansi. Penyatuan  fungsi kehutanan dan lingkungan hidup di bawah satu kementrian membuat perlindungan ini menjadi makin sedikit diperhatikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI