Uniknya Tradisi 'Labuhan Merapi' di Keraton Yogyakarta

Esti Utami Suara.Com
Senin, 09 Mei 2016 | 21:31 WIB
Uniknya Tradisi 'Labuhan Merapi' di Keraton Yogyakarta
Para abdi dalem mengikuti upacara adat Labuhan Merapi di Lereng Gunung Merapi, Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (9/5). (Antara/Andreas Fitri Atmoko)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Keraton Yogyakarta memiliki banyak tradisi yang bisa menjadi daya tarik wisatawan. Salah satunya adalah upacara adat Labuhan Gunung Merapi yang merupakan "Hajat Dalem Kraton Ngayogyakarto Hadininingrat".

Tradisi ini digelar Senin (9/5/2016) di Bangsal Srimanganti, Desa Umbulharjo, Cangkringan Sleman,  Yogyakarta dan diikuti ratusan abdi dalem Keraton Yogyakarta dan masyarakat.

Prosesi labuhan Gunung Merapi yang dipimpin langsung Juru Kunci Gunung Merapi Mas Kliwon Suraksohargo ini sebagai ungkapan rasa syukur "Pengetan Jumenengan Dalem" atau peringatan naik takhta Sultan Hamengku Buwono X.

"Upacara adat rutin labuhan alit tahun ini, sebagai ungkapan rasa syukur raja Keraton Yogyakarta, dalam upacara ini dilabuh benda-benda yang merupakan barang pribadi kesukaan Sri Sultan HB X," kata Mas Kliwon Suraksohargo.

Prosesi labuhan diawali dari Pendopo Balai Labuhan yang merupakan petilasan rumah Mbah Maridjan, sekitar pukul 06.20 waktu Indonesia barat.

Prosesi diawali dengan doa di depan "uba rampe" atau perlengkapan labuhan yang sebelumnya disemayamkan di Balai Labuhan Dusun Kinahrejo atau petilasan rumah Mbah Maridjan dan kemudian diarak dengan berjalan kaki selama hampir dua jam menuju Bangsal Srimanganti di Pos II Merapi.

Selain "uba rampe" labuhan juga menyertai berbagai sesaji seperti kembang setaman, nasi tumpeng, ingkung serta serundeng, yang dibagikan kepada setiap pengunjung setelah selesai upacara labuhan.

"Selain itu secara umum Labuhan Gunung Merapi memiliki makna ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat berupa perlindungan keselamatan dan kesejahteraan," katanya.

Selain itu, Labuhan Gunung Merapi ini sekaligus sebagai simbol menjaga keselarasan hidup manusia dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan.

Sedangkan "Uba rampe" yang dilabuh tersebut meliputi Sinjang Limaran, Sinjang Cangkring, Semekan Gadung, Semekan Gadung Mlati, Peningset Udaraga, Seswangan, Seloratus Lisah Konyoh, Kembang Setaman, Yotro Tindih, Destar Doromuluk, dan lainnya.

"Upacara adat labuhan Merapi tetap digelar dengan sederhana dan tata cara pelaksanaan juga tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya," pungkasnya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI