Bapak dua anak ini mengisahkan kecintaannya pada budaya Dayak berawal saat ia masih duduk di bangku kuliah. Sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan, ia sering terlibat penelitian tentang hutan di Kalimantan.
Kecintaan ini makin mendalam, setelah ia bekerja sebagai staf penelitian di Center for International for Forest Research (CIFOR). Selama tujuh tahun ia menggeluti kehidupan masyarakat yang tingal di sekitar hutan di Kabupaten Kutai Barat dan Pasir, Kalimantan Timur.
"Dari sana saya lihat bagaimana warga kian tergusur, hutan tempat mereka mencari hidup terus ditebang sehingga warga kehilangan mata pencahariannya," ujarnya.
Berangkat dari keprihatinan ini Jusupta dan beberapa rekannya dari empat lembaga swadaya masyarakat yang melakukan pendampingan di sejumlah wilayah Kalimantan mendirikan Kalimantan Craft pada 2008.
Lima LSM itu adalah Non-Timber Forest Product- Exchange Programme for South and Southeast Asia (NTFP-EP), Riak Bumi, Yayasan Dian Tama, Koperasi Jasa Menenun Mandiri dan Yayasan Petak Danum.
Crafts Kalimantan bermaksud meningkatkan produk hutan non kayu, untuk menjaga kelestarian hutan Kalimantan sekaligus meningkatkan kesejahteraan setempat tanpa meninggalkan budaya dan tradisi mereka.
"Semua LSM yang tergabung dalam jaringan Craft Kalimantan ini coba juga menginisiasi untuk membuat produk yang tidak berbahan dasar kayu," terang laki-laki yang menghabiskan masa kecil di Binanga, Sumatera Utara ini.
Pada awalnya, Crafts Kalimantan fokus pada produk-produk kerajinan tangan seperti anyaman rotan dan tenun. Kerajinan khas Kalimantan ini dikembangkan menjadi produk fesyen seperti tas, dompet, clutch dengan desain modern.
Namun, belakangan mereka juga mengembangkan madu dari Kalimantan untuk produk kecantikan. Dan kini mereka tengah mengembangkan produk busana dari tenun Sintang.
Lantas pada 2012, dengan bantuan seorang konsultan pemasaran Craft Kalimantan berganti nama menjadi Borneo Chic untuk memperluas jaringan di luar negeri.
"Namun, hingga kini kami belum melakukan ekspor langsung karena memang belum sanggup memproduksi secara massal. Inikarena produk kita benar-benar buatan tangan dan materialnya terbatas," ungkap Jusupta
Meski demikian, tak sedikit warga asing yang menjadi penggemar fanatik produk Borneo Chic. Bahkan tak jarang mereka memborong produk Borneo Chic untuk dijual kembali di negara mereka. Komunitas ekspatriat yang sangat menghargai produk-produk kerajinan tangan memang jadi konsumen utama Borneo Chic selain juga para diplomat yang menjadi 'duta' produk tradisional Indonesia.
"Harapan kami akan semakin banyak orang yang memahami produk-produk kita dengan cerita di baliknya, yakni tentang tradisi warga Dayak" ujarnya.