Suara.com - Desa Ekowisata Nyambu di Kabupaten Tabanan memberi warna lain pariwisata Bali. Mereka menawarkan wisata budaya dan sejarah penyebaran agama Hindu di Pulau Dewata.
Pemerintah Kabupaten Tabanan meluncurkan Desa Ekowisata Nyambu, Jumat (29/4/2016) kemarin. Itu setelah dikembangkan selama kurang lebih 18 bulan, dengan menggandeng Yayasan Wisnu, PT Langgeng Kreasi Jayaprima, rekanan dari perusahaan minuman DIAGEO dan organisasi asal Inggris Raya di bidang kebudayaan dan pendidikan British Council.
"Ini adalah sebuah paket wisata yang berusaha menggali potensi alam dan budaya yang ada di Desa Nyambu," kata Kepala Desa Nyambu Ida Bagus Putu Sunarbawa dalam sambutannya.
Desa Nyambu menawarkan potensi wisata ekologis dan historisnya. Karena desa seluas 380 hektar itu memiliki kekayaan alam persawahan dan mata air yang berlimpah. Desa itu memiliki peninggalan budaya dan sejarah Bali kuno sekitar abad 8 masehi. Hingga zaman kerajaan Majapahit, sekitar abad 14 masehi.
Terdapat sedikitnya 67 pura dan 22 mata air di desa yang 61 persen wilayahnya adalah persawahan itu. Para wisatawan bisa juga menyusuri sawah, belajar budaya, bersepeda keliling desa, belajar melukis dan seni hingga menikmati kuliner setempat.
Direktur British Council Indonesia Sally Goggin mengatakan jika program ekowisata tersebut sejalan dengan program bersama pemerintah Indonesia dan Inggris dalam mengembangkan sektor wisata berkelanjutan.
"Program pariwisata berkelanjutan yang diusung bersama para mitra bertujuan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi di desa dengan cara meningkatkan kapasitas masyarakat setempat dalam mengelola potensi yang mereka miliki," kata Goggin.
Sebelum peluncuran, masyarakat Desa Nyambu telah dilatih dan difasilitasi untuk menjadi pelaku utama dalam paket ekowisata di desanya sekaligus merawat peninggalan sejarah yang ada di sana seperti sejumlah pura yang dibangun pada zaman kerajaan Kediri hingga Majapahit.
Dengan demikian pengunjung bisa belajar sejarah penyebaran agama Hindu di Desa Nyambu sekaligus bagaimana persawahan di sana dipertahankan melalui sistem subak dan desa adat.
Setelah peluncuran, berbagai pelatihan lainnya untuk warga setempat akan dilanjutkan seperti pengelolaan usaha sosial berbasis komunitas, pengelolaan keuangan, pelatihan berbahasa Inggris, pemandu wisata serta pemasaran.