Suara.com - “Selamat siang, selamat datang di Uber,” sapa Indri, satu dari beberapa mitra pengemudi perempuan Uber. Aroma segar lemon juga tercium dari lubang AC ketika penumpang membuka pintu mobil yang dikemudikannya.
Menjadi salah satu mitra pengemudi perempuan di antara dominasi laki-laki bukan hal yang mudah. Namun, perempuan berusia 52 tahun yang bernama lengkap Indri Dwikorina Putri ini menjalani
aktivitasnya sebagai mitra pengemudi Uber dengan sungguh-sungguh tanpa rasa gengsi.
Baginya, hal yang ia telah jalani selama 2,5 tahun ini sangat sesuai dengan kebutuhan pendapatan dengan pengaturan waktu yang fleksibel.
Awal ketertarikan di dunia transportasi dimulai ketika empat tahun yang lalu ia bercerai dari suaminya dan membawa tiga anaknya untuk tinggal bersama. Tuntutan hidup untuk menafkahi tiga anaknya membawa Indri ke dunia transportasi yang memang sudah dekat dengannya.
“Dari dulu saya tertarik berada di belakang kemudi. Saya pernah punya cita-cita menjadi pembalap, karena sejak kecil ayah saya yang merupakan TNI AU sering membawa saya ke berbagai tempat dan belahan dunia. Pengalaman berpindah-pindah ini semakin menambah kecintaan saya dengan kemudi mobil. Berada di belakang kemudi memberikan kendali untuk menentukan arah tujuan saya dan menyadarkan saya akan kehidupan saya dan anak-anak yang harus jalani,” ujar Indri yang mengaku menghabiskan dua bulan menangis pascaperceraiannya.
Sekitar 2,5 tahun bergabung dengan taksi plat kuning cukup membantu perekonomiannya. Namun, ketika harga bahan bakar naik, pendapatan menurun drastis dan membuatnya harus memutar otak untuk menambah penghasilan.
Berdasarkan cerita dan informasi yang diterimanya dari rekan-rekan mitra pengemudi lain yang sudah bergabung dengan Uber terlebih dahulu, banyak merekomendasi Indri untuk mencoba menjadi mitra pengemudi Uber.
Sejak bergabung dengan Uber, perekonomian keluarga diakuinya semakin baik. Saat ini, Indri sudah memiliki empat mobil yang juga didaftarkan di mitra operator Uber. “Penghasilan saya dari
Uber cukup menjanjikan dan saya bisa menentukan jam kerja sendiri, everyone can be their own boss, bahkan saya bersyukur sekarang bisa membuka peluang pendapatan untuk orang lain,” ujarnya.
Untuk meningkatkan layanan dan memberikan kenyamanan kepada para rider, panggilan untuk penumpang Uber, Indri selalu mempersiapkan air mineral, permen, dan majalah untuk mengusir
rasa bosan rider ketika terjebak macet.
“Apapun yang terbaik akan saya lakukan untuk rider. Tak lupa saya selalu memberikan sapa, senyum, dan salam,” tambahnya lagi.
Sosoknya yang mengayomi menjadikannya tempat curhatan para pengemudi perempuan lainnya. Dengan sabar, ia mendengarkan dan menanggapi cerita dari rekan-rekan seprofesinya.
Memperingati hari Kartini ini, Indri mendorong perempuan Indonesia untuk berani mandiri dan menentukan nasib. “Penting bagi kaum perempuan untuk mencintai diri sendiri dalam menjalankan pekerjaan sehingga mampu berkarya untuk bangsa dan negara. Perempuan harus punya keberanian,” tegasnya.
Tak hanya Indri yang termotivasi memperbaiki perekonomian keluarga, Margaretha Lidya Hutapea (35) juga mengalami hal serupa.
Perempuan yang sebelumnya berprofesi sebagai wartawan di salah satu media ibukota ini memutuskan alih profesi menjadi mitra pengemudi Uber lantaran ingin membahagiakan keluarganya. Ia rela menghabiskan hari-harinya di jalanan Jakarta demi mengantarkan rider sampai ke tujuan dengan selamat.
“Sebagai puteri bungsu di keluarga, saya ingin merawat mami, satu-satunya orangtua yang saya miliki dan memberikan yang terbaik untuk kebahagiaannya. Wanita Indonesia harus lebih maju dan berani mengambil kesempatan seperti bekerja di Uber. Menjadi mitra pengemudi perempuan Uber juga seru, banyak berbagi cerita dengan para penumpang,” ujar Lidya.