Nadine Zamira Sjarief, Putri yang Mewakafkan Hidupnya Untuk Alam

Esti Utami Suara.Com
Kamis, 14 April 2016 | 09:14 WIB
Nadine Zamira Sjarief, Putri yang Mewakafkan Hidupnya Untuk Alam
Nadine Zamira Sjarief. (suara.com/Nadine Zamira Sjarief)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Saat memenuhi janji bertemu dengan suara.com di sebuah kafe di bilangan Senopati, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, Nadine Zamira Sjarief baru saja mempresentasikan konsep kota hijau di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Dan sesudahnya, Nadine, begitu ia biasa disapa juga menyempatkan diri memeriksa persiapan acara peluncuran kampanye ramah lingkungan yang dilakukan sebuah produsen kosmetik.

Ya, hampir 100 persen waktu Miss Earth 2009 ini memang diabdikan untuk kegiatan-kegiatan perlindungan lingkungan. Kelestarian lingkungan seolah menjadi obsesi gadis kelahiran Jakarta ini. Dia bahkan bermimpi membeli semua hutan di negeri ini, lantas menjadikannya hutan lindung.

“Jadi tak ada lagi yang bisa menebang pohon dan menangkap satwa yang tinggal di sana,” katanya sambil terbahak.

Selama delapan tahun berkecimpung di kegiatan pelestarian lingkungan, Nadine mungkin sudah banyak berbuat. Tapi ia tetap merasa belum cukup berbuat sesuatu untuk alam. Ia merasa masih ada banyak hal yang harus dikerjakan untuk menjaga planet bumi ini.

Juga dalam perbincangan petang itu. Sambil sesekali menyeruput latte kesukaannya, Nadine dengan semangat menceritakan mimpi-mimpinya. Perempuan yang di usia 32 tahun masih melajang ini  tak mampu menyembunyikan rasa gemasnya akan sikap abai sebagian besar orang Indonesia pada kelestarian lingkungan.

Ia gemas, bagaimana orang rela antre berjam-jam dan merogoh uang puluhan jutaan rupiah untuk produk telepon seluler keluaran terbaru atau sepatu baru, tapi bisa cuek dengan kondisi lingkungannya. Padahal, menurutnya pelestarian saat ini sudah sangat genting dan harus melibatkan lebih banyak orang di muka planet ini.

"Bayangkan jika energi disalurkan untuk lingkungan. Dampaknya akan sangat luar biasa," cetusnya.

Menularkan virus cinta lingkungan menjadi keseharian Nadine. (Dok. Nadine Zamira Sjarief)

Sebagai orang yang mewakili Indonesia dalam kontes Miss Earth, ia ingin memainkan peran sebagai manusia Indonesia yang peduli pada lingkungan. Ia berusaha sebisa mungkin mewujudkan kepeduliannya pada lingkungan dalam gaya hidup kesehariannya maupun pekerjaannya.

Dan ia merasa beruntung mendapat kepercayaan dari berbagai kalangan masyarakat menjadi narasumber, public speaker, dan motivator untuk isu-isu lingkungan.

"Kalau tidak sedang sibuk menangani LeafPlus, konsultan komunikasi lingkungan yang saya dirikan, saya bisa ditemui seliweran di berbagai gerakan dan kampanye lingkungan publik," ujar Nadine yang bersama sejumlah komunitas berhasil mendorong pemerintah menggolkan kebijakan kantung plastik berbayar ini.

Namun dalam mengampanyekan gerakan cinta lingkungan, Nadine tak ingin terlalu ekstrem. Ia ingin mencari cara jalan tengah, di mana orang masih merasa nyaman sementara alam tak terlalu banyak menanggung beban. Ia melihat masih ada gap yang harus dirubuhkan.

"Makin banyak orang yang tahu bahwa alam dalam kondisi bahaya, tapi mereka masih bingung apa aksi yang harus dilakukan. Saya mencoba menjembatani ini," ujar perempuan yang akan segera mendalami ilmu Manajemen Lingkungan di Yale University ini.

Padahal menurutnya, pelestarian lingkungan bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti misalnya dari pemilihan benda-benda yang kita konsumsi sehari-hari. Kalangan menengah, ujarnya, memiliki posisi yang sangat kuat.

"Jika mereka mau memilih benda-benda yang diproduksi secara ramah lingkungan, ini akan menjadi tekanan yang kuat bagi para pengusaha untuk berubah," ujar perempuan yang suka melakukan wisata alam ini.

Dan jika kalangan menengah ini satu kata, menurutnya, maka akan lebih mudah bagi gerakan pelestarian lingkungan untuk menyentuh masyarakat yang lebih luas. Ia melihat saat ini, makin tumbuh sense of urgency untuk melakukan perubahan radikal dalam cara bernegara, berbisnis, maupun melangsungkan kehidupan sehari-hari.

"Fakta menunjukkan pola-pola lama telah menghasilkan kerusakan lingkungan yang hebat dan mengancam kehidupan manusia sendiri. Saya rasa, mayoritas orang sudah mengetahui hal ini, tapi apakah artinya mereka mau berubah? Itu lain ceritanya," ujarnya gemas.

Dalam konteks Indonesia yang menjadi concern adalah kecenderungan kita untuk mengikuti jalur pembangunan ala barat yang sudah terbukti tidak berkelanjutan dan mengorbankan lingkungan. Padahal menurutnya, kita bisa memotong jalur ini dan mencoba mencari jalan sendiri sebelum semua terlanjur rusak.

Nadine saat menghadiri pameran sumber energi terbarukan. (Dok. Nadine Zamira Sjarief)

Nadine Zamira Sjarief yang lahir di Jakarta, 20 Februari 1984 ini mengaku, kecintaannya pada lingkungan sudah terpupuk sejak kecil. Ia menghabiskan masa kecilnya di Colorado, AS dan kedua orang tuanya sering membawa putra-putrinya untuk jalan-jalan ke pegunungan Rocky Mountains yang terletak tak jauh dari rumahnya.

Nadine kecil sering dibawa kedua orang tuanya birdwatching, trekking atau bergabung dengan klub lingkungan yang tak jauh dari rumahnya. Ia ingat, pernah menghabiskan waktu selama berjam-jam agar bisa menyaksikan langsung lucunya hummingbird.  

"Melihat langsung keindahan alam yang luar menumbuhkan rasa cinta yang selanjutnya timbul rasa ingin menjaganya," ujar perempuan yang menjalani hidup dengan prinsip harus memiliki manfaat bagi orang lain ini.

Rasa cinta pada lingkungan ini Nadine tumbuh subur. Ketika anak-anak lain meminta mainan sebagai hadiah ulang tahunmereka, di usia 7 tahun meminta hadiah langganan majalan National Geography hanya agar bisa lebih mengenal bumi.

Alam liar menjadi sahabat Nadine sejak kecil. (Dok. Nadine Zamira Sjarief)

Usai menyelesaikan pendidikan di SMU Seruni Don Bosco Jakarta, Nadine kemudian melanjutkan pendidikannya ke Universitas Indonesia jurusan hubungan internasional. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya dengan mengambil S1 di The London School of Public Relations.

Prestasinya di ajang publik diawali saat ia menjadi wakil II None DKI Jakarta pada tahun 2006. Ia juga pernah mengikuti kontes Wajah Femina tahun 2007 dan terpilih sebagai Miss Fabulous Personality. Nadine remaja juga sempat mengikuti pemilihan Duta Muda ASEAN-Indonesia yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri pada tahun 2007 dan keluar sebagai juara harapan satu.

Pada tahun 2009 Nadine mengikuti ajang Miss Indonesia Earth dan berhasil keluar sebagai pemenang serta berhak mewakili Indonesia di ajang Miss Earth 2009. Dalam ajang dunia tersebut meskipun kalah, Nadine sempat menjadi unggulan setelah terpilih sebagai People's Choice Award oleh situs Missosology.org.

Saat memutuskan mengikuti kontes-kontes ini, Nadine bukan tanpa tujuan. Ia  tak sekadar adu kecantikan, tapi di balik semua itu ia ingin membangun jaringan yang diharapkan bisa membantu kampanye pelestarian lingkungan yang dilakukannya.

"Dan ini terbukti, banyak kolega saya saat ini saya kenal saat mengikuti kontes itu," ujarnya.

Nadine meneguhkan jenjang kariernya di bidang lingkungan hidup dengan bekerja sebagai Social and Environmental Executive The Body Shop Indonesia. Iapun banyak dipercaya menjadi nara sumber, motivator dan pembicara dalam berbagai acara bertemakan lingkungan hidup.

Nadine saat ini mengelola Leafplus, konsultan komunikasi lingkungan hidup yang didirikannya pada 2010 bersama teman-temannya sesama peserta kontes Miss Earth.  Saat ini ia menjadi duta kampanye Diet Kantong Plastik dan produk tas pakai ulang BaGoes (Greeneration Indonesia).

Melalui LeafPlus, Nadine berharap bisa mensosialisasikan gaya hidup hijau dan tanggung jawab lingkungan ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Jadi teruslah membawa terang bagi bumi, Nadine.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI