Suara.com - Festival makanan Vietnam yang digelar Saigon Cafe di Jakarta Selatan menyajikan pilihan hidup sehat dengan memberikan makanan yang sarat akan sayuran organik dan rempah-rempah.
"Kami menyajikan kualitas masakan sehat dengan sayuran organik yang ditanam sendiri dan tanpa ada pemakaian MSG (monosodium glutamat)," kata salah satu pemilik Saigon Cafe Praba Madhavan di sela-sela festival makanan, Jakarta Selatan, Sabtu (9/42016).
Selain Praba, Saigon Cafe dan Saigon Delight juga dimiliki dan dikelola oleh tunangannya, seorang warga Vietnam bernama Le Thi Tuyet Mai.
Ia mengatakan bahwa pihaknya memiliki perkebunan sendiri untuk menanam dan menjamin kualitas sayuran organik di daerah Cimanggis, Depok. Bahkan, kebanyakan bahan baku makanan juga didatangkan langsung dari Vietnam untuk menjaga keaslian cita rasa makanan Vietnam.
"Kami tetap menjaga keaslian rasa makanan, tanpa MSG (penyedap rasa) sehingga pembeli merasakan manfaat sehat dari makanan. Makanan Vietnam itu adalah makanan yang sehat," tuturnya.
Terkait dengan bahan makanan, pihaknya mengunakan 60 persen bahan yang didatangkan dari Vietnam dan sisanya yang diperoleh dari Indonesia. Contoh bahan makanan yang didatangkan dari Vietnam adalah cabai, daun kemangi, dan rempah-rempah.
Sementara itu, produk yang diperoleh di Indonesia, seperti selada dan toge, dan biasanya mereka menggunakan hasil tanaman organik dari perkebunan mereka sendiri, termasuk sejumlah daun-daunan dan rempah-rempah.
Cuaca, menurut dia, bisa menjadi salah satu kendala untuk mendapatkan bahan baku makanan yang berkualitas. Oleh karena itu, untuk tetap menjaga kualitas dan keaslian cita rasa makanan, dia mengatakan bahwa pihaknya memesan langsung dari Vietnam untuk memperoleh bahan makanan sehingga makanan sehat tetap dapat disajikan setiap hari.
Ia menuturkan bahwa bahan makanan Vietnam itu sederhana. Namun, mampu memberikan keunikan tersendiri karena berbahan organik.
"Saya dan tunangan saya memastikan makanan yang kami tawarkan itu sehat," tuturnya.
Pada saat berperang dengan Prancis, Amerika Serikat, dan Tiongkok di wilayahnya, kata dia, masyarakat setempat menggunakan bahan baku yang ada untuk mengolahnya menjadi makanan sehingga tidak heran jika sarat dengan sayur-sayuran.
"Masakan Vietnam adalah sesuatu masakan yang tumbuh dari zaman susah. Apa saja yang didapat, apakah itu daun-daunan, masyarakat berusaha bagaimana meracik, mengolahnya menjadi enak," ujarnya.
Sementara itu, General Manager Saigon Cafe Iskandar juga mengatakan bahwa sejak dibuka (Juni 2015) hingga saat ini, pengunjung atau pembeli yang datang ke kafe itu setiap bulan sekitar 2.000 sampai dengan 5.000 orang.
"Orang sekarang ini mencari makanan sehat, makanan sayur-sayuran jadi budaya, dan semua itu bisa didapat dari makanan Vietnam," katanya.
Lagi pula, kata dia, orang Indonesia juga sudah makin selektif memilih makanan sehingga banyak juga yang menikmati makanan yang kaya akan bahan dan sayuran organik.
"Melalui festival ini, kami ingin memperkenalkan makanan Vietnam kepada masyarakat luas. Semoga masyarakat Indonesia menikmatinya," ujarnya.
Mencari Pemilik Saigon Cafe Praba Madhavan mengatakan bahwa relatif banyak orang Indonesia yang berwisata ke Vietnam. Ketika mereka pulang ke Tanah Air, mencari kembali masakan Vietnam.
"Banyak orang Indonesia pergi ke Vietnam dan banyak yang kembali ke sini mencari masakan Vietnan yang autentik," ujarnya.
Apalagi, pelajar yang belajar ke Vietnam, saat kembali ke Indonesia, mereka juga mencari makanan Vietnam untuk mengulang kenangan saat menyantap makanan itu di negara tersebut.
"Habis dari sana, bernostalgia mencari makanan di sini," ucapnya.
Menurut dia, kepekaan orang Indonesia, khusus makanan, relatif sangat tinggi. Kalau mereka datang ke suatu restoran dan rasa kurang autentik (asli), tidak datang lagi.
"Kami di sini tetap menjaga keaslian rasa makanan itu," ujarnya yang mengelola Saigon yang memiliki empat juru masak.
Selain menjaga keaslian rasa, pihaknya juga mengunakan tanaman herbal dan organik untuk menjamin kualitas makanan.
"Benar kami mengharuskan semua masakan autentik Vietnam," katanya.
Selain generasi muda, kata dia, banyak juga orang yang lanjut umur sekitar di atas 50-an tahun yang menikmati makanan di Saigon Cafe karena sarat akan sayuran yang kaya serat dan bagus untuk memperlancar pencernaan.
Festival itu menyajikan beragam makanan mulai dari salad, makanan utama berbahan daging, seperti daging ayam, sapi, dan makanan laut. Misalnya, Pho Bo merupakan makanan semacam bakmi dengan mi yang terbuat dari tepung beras. Makanan Pho ini berisikan mi, irisan daging, toge segar, dan dedaunan herbal, seperti daun kemangi, selada dengan kuah berkaldu tanpa penyedap rasa, yang dapat ditaburi irisan cabe jika ingin memberikan rasa pedas.
Goi Cuon semacam lumpia yang berisi bihun, udang atau daging, daun mint, dan sayuran, kemudian dibungkus dengan kulit transparan yang terbuat dari tepung beras. Makanan dimakan dengan saus ikan cair yang gurih.
Selanjutnya, Banh Mi berbentuk seperti roti isi daging dengan paduan keju, daging, sayuran, dan saus cabai.
Untuk minuman, ada kopi khas Vietnam dengan campuran putih telur yang membuat tekstur lembut. Minuman jeruk Kumpquat dengan rasa manis, asam dan sedikit pahit sehingga memberikan kesegaran ketika meneguknya.
Festival itu berlangsung di Saigon Kafe di Jalan Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (9/4) pukul 11.00 s.d. 15.00 WIB.
Dengan pengunjung sekitar 4.000 s.d. 5.000 orang per bulan, Praba menambahkan bahwa Saigon Cafe meraih omzet sebesar Rp450 juta hingga Rp450 juta per bulan, sementara Saigon Delight menghasilkan omzet sebesar Rp400-an juta.
Ia dan tunangannya yang memiliki dan mengelola Saigon Cafe berencana untuk memantapkan restoran Vietnam di Indonesia, khususnya di Jakarta.
Untuk itu, mereka berencana membuka tiga hingga empat restoran Saigon Delight, khusus menyajikan makanan Vietnam yang kaya bahan dan sayuran organik.
Ia mengatakan bahwa Saigon Delight akan menyasar masyarakat luas dengan tawaran mulai harga terjangkau sehingga dapat memperkenalkan makanan Vietnam kepada masyarakat Indonesia dengan lebih luas lagi.
Restoran itu, kata dia, dibuka karena kesukaan mereka dalam memasak makanan Vietnam dan keinginan memperkenalkan beragam makanan Vietnam ke Indonesia.
"Ini adalah hobi kami. Kami ingin setiap orang menikmati dan mengapresiasi apa yang kami sajikan," katanya.