Suara.com - Indonesia merupakan pemain kopi dunia. Menurut International Coffee Organization (ICO), Indonesia menduduki urutan ke-4 sebagai produsen kopi terbesar di dunia pada 2014 dengan perkiraan produksi mencapai 622 ribu metrik ton per tahun.
Kopi arabika Indonesia juga cukup terkenal di dunia, sehingga menempatkan Indonesia sebagai eksportir kopi spesial arabika terbesar kedua di dunia dengan volume mencapai 150 ribu ton ekspor per tahun.
"Ya Indonesia memang menjadi penghasil kopi spesial terbesar kedua, namun itu untuk kopi berkualitas rendah," ujar John Lee, salah seorang pengusaha kopi di Tanah Air lewat bendera Tanamera Coffee.
Laki-laki yang telah delapan tahun berkecimpung di industri kopi itu menilai kopi spesial Indonesia yang berkualitas bagus masih sangat terbatas. Fakta itu diperolehnya setelah mempelajari langsung perkebunan kopi di beberapa daerah di Tanah Air dan bertemu dengan para petani lokal.
"Sebenarnya, petani Indonesia mampu memproduksi kopi yang lebih baik, tapi mereka sebagian besar hanya memproduksi kopi hanya untuk memenuhi permintaan pasar. Ini menyebabkan pembeli kopi internasional tidak mudah mendapatkan kopi Indonesia yang berkualitas, sehingga dari segi reputasi kopi Indonesia masih tidak konsisten," paparnya.
Tantangan lain yang juga dihadapi pelaku bisnis kopi spesial, adalah jadwal panen yang tidak menentu disebabkan perubahan musim.
Bagi Tanamera Coffee yang sejak awal berkomitmen menjual kopi spesial asli Indonesia, mundurnya jadwal panen cukup menjadi kendala karena perusahaan tersebut harus membeli stok kopi dari para petani untuk satu tahun ke depan.
"Kopi umumnya hanya dipanen setahun sekali pada bulan Februari sampai Maret, jadi untuk memenuhi permintaan konsumen kami harus langsung membeli puluhan ton 'green beans' untuk satu tahun ke depan," tutur John.
Untuk mempertahankan kualitas kopi yang dipasarkannya, laki-laki asal Korea Selatan yang juga berprofesi sebagai "roaster" atau pemanggang kopi ini turun langsung ke kebun-kebun kopi dan bekerja sama dengan para petani.
Sejak dibuka pada 2013, Tanamera Coffee telah menjalin kerja sama penjualan langsung (direct trading) dengan enam petani kopi lokal yang tersebar di daerah Gayo (Aceh), Flores (Nusa Tenggara Timur), Toraja (Sulawesi Selatan), dan Jawa Barat.
Tanamera juga berupaya mengedukasi para petani kopi untuk meningkatkan kualitas produknya melalui metode yang tepat dan bantuan fasilitas produksi serta alat-alat pemrosesan.
"Mendukung dan menjalin kerja sama dengan petani lokal merupakan kunci memperkenalkan kopi terbaik Indonesia di pasar internasional," imbuh John.
Meskipun dari segi konsistensi kualitas biji kopi Indonesia belum bisa mengungguli negara lain seperti Kolombia, Brasil, dan Kenya, namun bisnis kopi spesial di Tanah Air terus berkembang.
Salah satu konsep menarik yang ditawarkan Tanamera yakni mengedukasi pengunjung untuk menikmati cita rasa kopi alami, tanpa bahan tambahan apapun termasuk gula.
Melalui proses penanaman, pengeringan, pemanggangan, serta metode penyajian yang tepat, kopi tak selalu berasa pahit. Contohnya kopi Malabar yang disajikan dengan metode "natural" atau alami, setelah biji dijemur di bawah sinar matahari selama 28 hari sebelum dipanggang, memiliki rasa yang cenderung asam segar dengan karakteristik rasa buah tropis (fruity taste).
Sedangkan kopi Solok yang diproses dengan metode "honey" atau meninggalkan daging buah pada biji kopi sebelum dijemur, memunculkan rasa manis sekaligus "berbumbu" saat diminum.
Gerai Tanamera juga berusaha mempertahankan kualitas produknya dengan hanya menyajikan biji kopi berusia kurang dari satu bulan setelah pemanggangan.
"Kopi baru digunakan lima atau enam hari setelah 'roasting'. Biji kopi yang berusia lebih dari satu bulan tidak lagi digunakan karena rasanya akan hambar," ungkap Dini.
Setelah memiliki dua gerai kopi di kawasan Jakarta Pusat dan Serpong, Banten, Tanamera Coffee berencana membuka dua cabang tambahan di Jakarta pada Juni mendatang, serta satu gerai baru di Inggris dalam waktu dekat. (Antara)