Tetet Cahyati, Seniman Multitalenta dari Kota Kembang

Ririn Indriani Suara.Com
Rabu, 30 Maret 2016 | 10:47 WIB
Tetet Cahyati, Seniman Multitalenta dari Kota Kembang
Tetet Cahyati, seniman yang juga menjadi dosen di beberapa universitas.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Siang itu cuaca begitu cerah, secerah warna pakaian batik kontemporer yang dikenakan Tetet Cahyati.

Ditemui di sebuah restoran di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu, ia begitu antusias ketika Suara.com menanyakan seputar perjalanan hidupnya di dunia seni.

Maklum, darah seni mengalir deras dari ayahnya, Popo Iskandar dan ibunya, Djuariah Iskandar, yang merupakan pelukis maestro asal Bandung, Jawa Barat. Tak heran bila sejak kecil Tetet begitu akrab dengan dunia seni, utamanya seni lukis.

"Ya, saya dibesarkan di lingkungan keluarga pelukis, jadi, sejak kecil tepatnya umur 7 tahun memang sudah akrab dengan lukisan, makanya jadi mendarah daging hingga sekarang," ujar mengawali perbincangan sambil menyeruput ice lemon tea siang itu.

Tetet mengaku belajar melukis secara otodidak dan lebih memilih aliran abstrak. Aliran ini berbeda dengan ayahnya yang beraliran ekspresionis. Menurutnya, lukisan aliran abstrak lebih bebas berekspresi dan berimajinasi.

“Jadi, bisa mengikuti suasana hati, saya merasa di aliran abstrak ini ekspresi hati saya lebih tersalur sehingga lebih kreatif," terangnya yang sering melukis menggunakan warna-warna cerah nan atraktif ini.

Hingga kini karya lukisan Tetet telah banyak dipamerkan di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Solo bahkan hingga ke luar negeri seperti Australia.

Kepiawaiannya dalam melukis, ia tularkan pula kepada orang-orang yang mau mendalami seni lukis melalui sanggar yang didirikannya sejak 1998. Ya, Tetet mempunyai sanggar bernama Sanggar Seni Tirtasari yang dijadikannya sebagai pusat kegiatan belajar melukis.

“Jumlahnya sudah lebih 100 orang, dari anak-anak hingga dewasa, dari yang mampu hingga tak mampu. Jadi, mereka yang mampu dipungut bayaran, sedangkan yang nggak mampu gratis,” cerita Tetet yang pernah meraih penghargaan Tokoh Peduli Pendidikan 2007 dari Yayasan Citra Pembangunan ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI