Suara.com - "Seseorang dinilai dari apa yang dilakukan dan apa yang disumbangkannya, bukan dari jabatan apalagi apa yang dimilikinya." Prinsip itulah yang dipegang seorang Bambang Widjojanto dalam
mengarungi hidupnya.
Itu sebabnya, saat harus kehilangan jabatan sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang tak berkecil hati apalagi ciut nyalinya. Karena sejak awal, ia sadar dengan risiko dari jabatan yang disandangnya.
BW, demikian laki-laki berbintang Libra ini disapa, hanya sedikit menyesal. Karena mimpinya untuk melakukan sesuatu yang berdampak besar pada masyarakat belum tuntas. Ia juga sadar sepenuhnya bahwa perjuangan untuk memberantas korupsi akan lebih efektif jika ia masih berada di KPK.
Namun semangatnya untuk memerangi korupsi. Karena ia telah berketetapan untuk mewakafkan hidupnya untuk memerangi korupsi. Bambang yang kini kembali ke profesi awalnya sebagai pengacara kebijakan publik, masih tetap menyebarkan semangat antikorupsi ke masyarakat luas.
"Saya sekarang banyak diundang oleh ormas untuk menyebarkan virus antikorupsi kepada anggotanya. Di sana saya bisa menjangkau audien yang lebih luas," ujar ayah empat anak ini saat berbincang dengan suara.com, di sebuah sore di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bambang yang lahir dan besar di Jakarta ini merasa, menegakkan hukum dan memerangi korupsi di Indonesia adalah takdir untuknya. Keinginan untuk menegakkan hukum itulah yang membuatnya memilih melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta selukusnya dari bangku SMA.
BW, lantas mengawali kariernya di bidang penegakan hukum dengan bergabung ke beberapa Lembaga Bantuan Hukum (LBH) seperti LBH Jakarta dan LBH Jayapura (1986-1993). Pada 1995 ia menggantikan Adnan Buyung Nasution sebagai Dewan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Suami dari Sari Indra Dewi ini juga membidani kelahiran Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama almarhum Munir. Ia juga mendirikan Voice of Human Right, untuk menyuarakan penegakan hak asasi manusia ke masyarakat luas.
Namanya juga tercatat sebagai salah seorang pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Pada 1999-2009, BW menjadi ketua Dewan Kode Etik ICW Sebelum akhirnya Doktor Ilmu Hukum,
Lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung ini terpilih menjadi Wakil Ketua KPK pada 2011.
Mengapa BW kemudian lebih serius menekuni pemberantasan korupsi? Karena menurutnya hampir semua pelanggaran hukum berawal dari penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, alias korupsi.
Satu hal yang tak kalah penting adalah daya rusak korupsi sangat luar biasa dan dampak korupsi dirasakan oleh sangat banyak orang. Meski diakuinya, banyak orang yang tak menyadari hal itu.
Ia ingin menjadi bagian atau bahkan motor upaya untuk memerangi korupsi di Indonesia.
Bagi peraih penghargaan Kennedy Human Rights Award ini, maraknya korupsi di Indonesia didorong oleh sifat serakah dan budaya konsumerisme. Keserakahan memang jamak dialami oleh semua orang meski dalam kadar yang berbeda. Yang menjadi masalah, ujarnya, adalah ketika mereka yang serakah itu diberi kesempatan untuk berkuasa.
"Sangat berbahaya jika keserakahan itu diberi kekuasaan," tegasnya.
Untuk itu ia memandang penting untuk menanamkan semangat antikorupsi. Pentingnya menanamkan kejujuran pada anak sejak dini mulai dari keluarga. Prinsip ini juga yang selalu ia tanamkan kepada putra-putrinya, selain juga kesederhanaan dan keterbukaan.
Ya, kesibukan sebagai penegak hukum tak lantas membuat BW alpa atas perannya sebagai ayah. Ia selalu hadir sebagai orang tua yang turut terlibat bagi pendidikan putra-putrinya. Ia sendiri yang mengantarkan putra-putrinya berangkat sekolah dan mendidik mereka dengan cara yang dipilihnya.
Kejujuran, keterbukaan, peduli dan sikap kritis yang ia suarakan ke publik, juga menjadi prinsip lain yang ia ajarkan kepada anggota keluarganya. Setiap pekan mereka menggelar pertemuan keluarga membahas masalah yang dinilai perlu dibahas.
"Termasuk dengan apa yang saya alami saat menjadi pimpinan KPK. Perkembangan kasus dan bagaimana ini bisa menimpa saya, kami bahas secar aterbuka dalam pertemuan keluarga itu," ujarnya.
Bambang menyadari sepenuhnya peran penting seorang ayah dalam pembangunan karakter anak.
"Tanpa kehadiran ayah, maka jangan heran jika banyak anak kehilangan karakternya," ujarnya.
Kebersahajaan menjadi bagian lain dari laki-laki yang kini berumur lebih dari separuh abad ini. Hampir tak ada benda bermerek yang menempel di tubuhnya. Saat masih menjadi pimpinan KPK, BW juga memilih naik kereta api untuk berangkat ke kantor KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, dari rumahnya di Depok, Jawa Barat. Tapi dalam kesederhanaannya, tertanam jiwa dan semangat yang tak sederhana.