Suara.com - Sebanyak 11 karya seni rupa yang mengkritisi budaya instan ala mi instan dipamerkan dengan tema "Mie kirin Indonesia" di Galeri Seni "House of Sampoerna" (HoS) Surabaya pada 4-26 Maret 2016.
"Keinginan untuk serba instan, cepat, dan mudah sudah menjadi fenomena tersendiri pada kehidupan masyarakat modern saat ini," kata kurator muda komunitas 'Makmur Project' Arga Aditya di Surabaya, pekan lalu.
Ia menyebut kepopuleran mi instan sebagai makanan pokok yang hampir menyamai tingkat konsumsi beras sebagai salah satu contoh dari budaya instan.
Akhirnya, ia pun menggandeng enam seniman muda dari Jakarta, Semarang, Surabaya dan Yogyakarta yang tergabung dalam komunitas tersebut untuk menuangkan pola konsumsi kekinian masyarakat Indonesia dalam pameran seni rupa dengan tema "Mie kirin Indonesia" di "HoS".
"Pesimisme dan sinisme artistik atas keprihatinan akan budaya instan disajikan dengan berbagai bumbu yang berbeda, namun tetap apik ke dalam 11 karya seni rupa lukis, grafis dan instalasi penuh warna dan sindiran positif para seniman muda itu," katanya.
Dalam karya "Survivor" yang menghadirkan cropping tubuh seorang lelaki gagah yang berdiri hening di antara putih bulu halus yang bertaburan, seniman Danni Febriana menggambarkan keberadaan masyarakat Indonesia sebagai pelaku konsumtif dan korban ketergantungan impor pangan.
Tak jauh beda dengan karya dari Iend atau Dien Firmansyah berjudul "Too Easy to be Hard, It?s You?".
Dalam karya itu, Iend atau Dien bercerita bagaimana pemuda masa kini terbuai dengan banyaknya kemudahan, seperti halnya dengan mi instan yang mampu menghipnotis dan membuat banyak orang menjadi ketergantungan.
Lain halnya dengan karya "Replika Altar" dari Ragil Surya yang berupa karya instalasi berbentuk altar yang mengilustrasikan upaya memaknai fenomena pola konsumtif yang kehilangan logika.
Karya Ragil itu mengajak penikmatnya untuk menciptakan ruang tenang sebagaimana umat melepas duniawi saat bertemu pencipta-Nya.
Begitu pula dengan ketiga karya seni lainnya yakni "Disturbing Picture" karya Muchlis Fahri, "Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China" karya Byba Dolby S, dan "Biasa" karya Devy Ika N.
Mereka bertiga juga turut mencermati pola konsumtif masyarakat dengan menuangkannya dalam karya-karya kreatif lainnya.
Solusi atas budaya instan itu juga ditawarkan dalam rupa kreasi seni melalui ajakan masyarakat untuk meningkatkan penggunaan bahan baku lokal seperti beras, ketela, maupun singkong dalam kehidupan kesehariannya.
Pameran itu juga menyediakan sebuah ruang interaktif nan unik yang merupakan wadah komunikasi antara pengunjung dan seniman sebagai umpan balik dari pengunjung pada karya para seniman.
"Makmur Project yang dibentuk di bulan Agustus 2015 dan dipelopori oleh beberapa seniman, akuntan dan kurator itu merupakan sebuah proyek untuk mengulas berbagai fakta menarik dibalik fenomena popular masyarakat Indonesia, serta menjadi wujud kepedulian terhadap kondisi bangsa," kata Arga Aditya. (Antara)
Kala Seniman Menggugat Budaya Instan
Esti Utami Suara.Com
Kamis, 10 Maret 2016 | 12:26 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Aharimu Tampilkan Pameran Tunggal Perdana Bertajuk 'Figure A': Menggali Transformasi Tubuh Manusia
14 Desember 2024 | 08:09 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Lifestyle | 19:54 WIB
Lifestyle | 19:18 WIB
Lifestyle | 19:15 WIB
Lifestyle | 18:07 WIB
Lifestyle | 17:54 WIB