Mengangkat Kuliner Tradisional Bali Demi Pelestarian Budaya

Jum'at, 19 Februari 2016 | 09:59 WIB
Mengangkat Kuliner Tradisional Bali Demi Pelestarian Budaya
Ilustrasi turis di Bali. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berbagai menu tradisional Bali belakangan banyak diangkat dan dibangkitkan pelaku usaha kuliner, dengan tujuan menyajikan makanan sehat, sekaligus untuk melestarikan budaya yang diwarisi dari nenek moyang.

"Kuliner tradisional Bali sengaja kami bangkitkan supaya tidak dilupakan masyarakat, karena merupakan bagian dari budaya. Apalagi kandungan di dalam menu Bali kebanyakan ada unsur sayuran, sehingga lebih sehat dikonsumsi," ujar Made Mandra, salah seorang pemilik usaha kuliner di kawasan Hayam Wuruk, Denpasar, Jumat (19/2/2016).

 
Made Mandra mengatakan, menu andalan yang menjadi pilihan favorit masyarakat di tempat usahanya sendiri adalah lawar biu batu. Dilengkapi nasi putih, sate lilit ikan, jejeruk, kerupuk ayam, jukut ares, kacang tanah dan sambal Bali, harga per porsi hidangan ini adalah Rp28.000.

Menurutnya lagi, menu lain yang juga digemari adalah sup kepala ikan. Menggunakan ikan segar jenis bawal, baramundi dan jangki, harga per porsi sup kepala ikan ini ialah Rp45.000.

"Kalau minuman, ada jenis khusus, yakni cem-ceman dari daun-daunan yang sudah terbukti baik untuk kesehatan. Minuman ini kami datangkan dari Bangli," katanya.

Dikatakannya pula, minuman cem-ceman ini disajikan dengan dicampur kelapa muda. Minuman ini tergolong disukai pengunjung, karena amat sesuai jika dinikmati dengan paket lawar biu batu.

Suasana lokasi usahanya sendiri, lanjut Mandra, sengaja diformat sealami mungkin dan terletak di tengah pepohonan kamboja atau jepun. Sembari menikmati makanan pilihan, pengunjung di sini bisa merasakan keasrian alam lingkungan yang semarak dengan bunga-bunga jepun yang bermekaran.

"Menu tradisional lebih sesuai jika dinikmati di tengah kebun. Konsep ini yang kami garap. Terbukti, meski baru beberapa bulan buka, respons masyarakat sudah bagus," ujarnya.

Respons masyarakat, lanjut Mandra, sejauh ini termasuk positif. Hal itu diyakini karena dengan menikmati kuliner di tengah kebun, mereka bisa membawa anggota keluarga dan anak-anak yang bebas bermain mengingat lahannya cukup lapang.

Made Mandra meneruskan, hari-hari ramai di tempatnya terutama adalah saat liburan, misalnya libur sekolah atau Sabtu-Minggu. Namun di hari-hari biasa tetap ada pengunjung, karena letaknya tidak berjauhan dari pusat kota dan perkantoran.

"Untuk omzet, masih fluktuatif. Selanjutnya ada tambahan menu-menu tradisional baru, agar pilihan kuliner masyarakat makin bertambah, juga supaya budaya kuliner tradisional tidak hilang," tandasnya. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI