Tragis, 58 Persen Anak Alami Pelecehan Seksual

Ririn Indriani Suara.Com
Jum'at, 22 Januari 2016 | 17:23 WIB
Tragis, 58 Persen Anak Alami Pelecehan Seksual
Ilustrasi. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Data yang tercatat pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 2015 menunjukkan, dari 1.726 kasus pelecehan seksual yang terjadi, sekitar 58 persennya dialami anak-anak.

"Artinya, ada sekitar 1.000 kasus pelecehan seksual seperti sodomi, pemerkosaan, dan incest, serta lainnya kasus kekerasan fisik dan penelantaran," kata Maria Hartiningsih dalam pelatihan jurnalistik tentang isu gender di Kota Kupang, Jumat (22/1/2016), yang diselenggarakan oleh Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) bekerja sama dengan Pena untuk Indonesia Timur (PIT) dan Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Dia mengatakan, sebagai pembanding, dari 3.339 kasus kejahatan terhadap anak, tahun 2014 kasus-kasus pelecehan seksual mencapai 52 persen. Sementara pada tahun 2013, dari 2.700 kasus kriminal yang melibatkan bocah di bawah umur, 42 persen merupakan kasus pelecehan seksual.

"Kekerasan fisik hampir selalu disertai alasan ekonomi dan itu sudah menjadi lazim tetapi tidak mendapat tempat dalam pemberitaan media," kata Maria.

Wartawan Senior Harian Umum Kompas itu menyatakan, separuh dari seluruh keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah, dikepalai perempuan. Sementara itu, kekerasan yang terjadi terhadap perempuan kepala rumah tangga antara lain dalam bentuk poligami, kekerasan fisik, pengabaian, dan status digantung.

Dia mengakui, kepentingan perempuan masih belum disuarakan secara maksimal. Salah satu ukurannya adalah keterwakilan di lembaga- lembaga resmi.

Jumlah perempuan di lembaga legislatif periode 2014- 2019 adalah 17, 32 persen. Jumlah ini sedikit menurun dari periode 2009-2014 sebesar 18 persen. Jumlah perempuan yang menduduki kursi menteri sudah hampir 30 persen.

Selanjutnya indeks pembangunan gender masih rendah yang ditunjukkan dengan keterwakilan perempuan di berbagai lembaga negara.

Lebih lanjut Maria menyampaikan, jumlah perempuan yang menduduki kursi eksekutif juga sangat rendah, meski memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki untuk posisi tersebut.

Di media massa, lanjut dia, jumlah perempuan yang menduduki kursi pimpinan, khususnya pengambil keputusan penting, tidak lebih dari 10 persen dari jumlah perempuan wartawan di Indonesia. "Perempuan terus dilecehkan kemampuannya, meskipun mereka terbukti mampu," ungkap Maria.

Maria mempertanyakan sejauh mana perempuan yang duduk di kursi- kursi pengambil keputusan bisa diandalkan membela kepentingan perempuan. Situasi di DPR membuktikan, perempuan legislatif tidak banyak atau bahkan tidak terlalu paham kepentingan perempuan.

Banyak UU dan kebijakan yang dihasilkan tidak memiliki perspektif gender. "Sudah banyak pelatihan dan pemberdayaan, tetapi masih butuh waktu untuk membuat parlemen memiliki perspektif keadilan dan gender," tutupnya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI