Saat membuat film, Joko mengaku tak punya pretensi lebih selain ingin menceritakan sesuatu. Sesuatu itu bisa berarti banyak hal, bisa kisah cinta orang-orang di sekelilingnya, kisah kehidupan masyarakat sekitar, atau juga kehidupan bernegara.
Di film terbarunya "A Copy of My Mind" (ACOMM) misalnya, Joko ingin mengisahkan tentang dahsyatnya dampak korupsi bagi kehidupan bangsa. Tapi tak ingin membebani penontonnya dengan suguhan politik yang berat, Joko mengemas kisah ACOMM dalam kisah percintaan antara seorang perempuan yang bekerja di salon murahan dan jatuh cinta kepada seorang laki-laki yang bekerja sebagai pembuat subtitle film DVD bajakan.
Kisah cinta ini berlangsung di tengah hiruk pikuk pemilu presiden di Indonesia. Lewat kehidupan masyakarat akar rumput inilah, Joko yang mengaku tak suka politik memotret kehidupan politik Indonesia.
"Saya juga tidak berpretensi untuk menggurui dengan film saya. Hanya ingin berbagi cerita dan memberi pengalaman kepada penonton. Terserah penonton yang memaknai," ujarnya.
Ia juga tak memiliki idealisme tertentu dalam membuat film. Karena menurutnya idealisme adalah kata yang overrated. Ia hanya ingin filmnya enak ditonton.
"Itu sebabnya saya selalu berusaha mengungkapkannya dengan 'bahasa'yang sederhana. Jika bisa disederhana untu apa diperumit," ujar laki-laki yang mengaku tak suka dipuji ini.