Kenali Gejala Trauma pada Anak Berikut Ini

Rabu, 20 Januari 2016 | 10:53 WIB
Kenali Gejala Trauma pada Anak Berikut Ini
Ilustrasi. (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anak-anak menunjukkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi kejadian traumatik. Menurut psikolog Nathanel EJ Sumampauw M,Psi dari Universitas Indonesia pada beberapa anak yang memiliki makna personal, pengalaman masa lalu yang membekas di benak mereka bisa memicu reaksi trauma.

Lalu apa saja gejala yang ditimbulkan pada anak-anak yang mengalami trauma? Nael, begitu ia akrab disapa, menjelaskan bahwa salah satu gejala trauma pada anak bisa berupa avoidance, yakni menghindari segala seuatu yang berkaitan dengan trauma yang ia alami, ia lihat ataupun ia dengar.

"Misalnya tidak mau melewati jalan di lokasi peledakan lagi, atau nggak mau sekolah di tempat itu lagi," ujar Nael pada acara Ngobras (Ngobrol bareng Sahabat) di Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Gejala kedua adalah reexperiencing, di mana anak justru mengingat-ingat atau mengulang-ulang kejadian yang sudah berlalu.

"Jadi seperti film yang nggak selesai-selesai diputar di kepalanya. Padahal mungkin kejadian itu sudah lama terjadi," imbuhnya.

Anak yang mengalami trauma juga bisa menunjukkan gejala  hyper arousal atau ketergugahan fisik yang berlebihan.

"Misalnya dengar balon meletus langsung kaget bukan main atau bahkan langsung menangis tersedu-sedu," jelas Nael.

Gejala perubahan perilaku yang dialami anak-anak ini, lanjut Nael, harus benar-benar disadari oleh orangtua sebagai orang terdekatnya, apalagi ketika perubahan itu bersifat kemunduran.

"Misalnya setelah kejadian, anak yang awalnya tidak mengompol jadi mengompol, tadinya tidak menempel sama orangtau sekarang menempel terus, ada gangguan konsentrasi belajar dan sebagainya," tambah dia.

Jika orangtua melihat perubahan perilaku ini dalam anak-anaknya maka yang harus dilakukan adalah memaknai secara positif kejadian tersebut kepada anak. Memori akan kejadian traumatik menurutnya tak bisa dihilangkan, namun bisa dipersepsikan positif kepada anak.

"Ini bisa dilakukan melalui penjelasan sederhana, orang di dunia bermacam-macam, ada kelompok orang yang tidak memiliki pilihan lain untuk menyuarakan keinginannya sehingga memilih menggunakan kekerasan. Jangan tanamkan kebencian pada anak terhadap sekelompok kaum," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI