Studi: Di Dunia, Jutaan Janda Dirampok dan Diperbudak Iparnya

Liberty Jemadu Suara.Com
Jum'at, 18 Desember 2015 | 13:43 WIB
Studi: Di Dunia, Jutaan Janda Dirampok dan Diperbudak Iparnya
Ilustrasi perempuan miskin yang menjadi peminta-minta (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jutaan janda di dunia hidup melarat akibat perlakuan keji dari lingkungan di sekitarnya. Warisan mereka dirampok, mereka diperbudak, diperkosa, dan tak sedikit yang dituding sebagai penyihir, demikian hasil riset organisasi Widowhood yang akan dipresentasikan di hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jumat (18/12/2015).

Widowhood, organisasi yang bergerak dan bekerja untuk melindungi para janda di dunia, mengatakan mayoritas janda di dunia hidup dalam kemelaratan dan didiskriminasi oleh komunitas tempat mereka tinggal.

"Para janda menelan penderitaan mereka dalam diam selama berabad-abad dan tak satu pihak pun, baik pemerintah bahkan PBB, yang peduli dengan masalah ini," kata Lord Raj Loomba, salah satu juru kampanye Widowhood. Ia akan mempresentasikan laporan itu di hadapan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon di New York, Amerika Serikat.

Kini ada lebih dari 258 juta janda di seluruh dunia. Satu dari tujuh janda hidup dengan pendapatan kurang 1 dolar AS (sekitar Rp13.980) per hari, demikian isi laporan bertajuk "World Widows Report" yang disusun oleh Loomba Foundation, yayasan yang bergerak dalam pemberdayaan janda di dunia.

Menurut laporan itu, perempuan yang baru menjanda di negara-negara berkembang sering kali jatuh miskin karena warisan yang ditinggalkan suaminya malah dirampas oleh saudara-saudara iparnya. Mereka juga bahkan sering kehilangan anak-anaknya.

Ironisnya mereka yang masih bersandar secara ekonomi pada saudara-saudara iparnya akan diperlakukan sebagai budak dan berisiko dilecehkan secara fisik, psikologis, dan seksual.

Hidup para janda semakin menyedihkan karena kemelaratan yang mereka alami juga berdampak terhadap anak-anaknya, yang terpaksa keluar dari sekolah, harus bekerja, dan bahkan dipaksa untuk menikah dini.

Loomba mengatakan bahwa tujuan-tujuan pembangunan global PBB, yang dikenal sebagai SDGs, dan telah disepakati tahun 2015 ini, tak akan bisa tercapai jika masalah para janda tak diperhatikan.

"Kita harus menghubungkan masalah ini dengan SDGs. Tujuan utara dari program ini adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan tujuan terakhirnya adalah agar tak ada lagi yang terbelakang - jadi saya ingin memastikan para janda tak akan ditinggalkan di belakang," kata Loomba, yang juga anggota parlemen Inggris.

Menurut laporan Loomba, jumlah janda di dunia naik 9 persen sejak 2010. Konflik di Timur Tengah turut berkontribusi terhadap bertambahnya jumlah janda di dunia.

Selain perang, pernikahan dini juga berdampak terhadap bertambahnya janda di dunia. Banyak gadis-gadis menjadi janda karena dinikahi oleh lelaki tua. Para janda yang masih muda ini tak sangguh menghidupi anak-anak mereka dan pada akhirnya memaksa putri-putri mereka untuk juga menikah di usia muda.

Laporan ini juga menyoroti secara khusus dua tradisi yang sangat merugikan para janda. Tradisi pertama adalah "pemurnian janda" yang banyak dipraktikan di kawasan sub-sahara Afrika.

Dalam tradisi ini seorang perempuan yang baru menjanda diharuskan meminum air yang sebelumnya digunakan untuk memandikan mayat suaminya. Dalam tradisi lain ia juga diharuskan berhubungan seks dengan saudara suaminya atau orang asing. Tujuannya agar ia tak lagi diganggu oleh arwah suaminya.

Praktik ini sangat berisiko menularkan penyakit berbahaya seperti Ebola dan Aids.

Tradisi kedua, yang masih ditemukan di sebagian wilayah Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah, adalah mewariskan janda pada saudara suami. Setelah ditinggal mati, maka seorang janda akan diperistri oleh adik atau kakak lelaki suaminya.

Selain dua tradisi itu, menurut Loomba, kepercayaan pada hal-hal mistis juga sering menjadikan janda korban kekerasan. Mereka sering dituding sebagai penyihir yang menyebabkan kematian suami mereka.

Kepercayaan kuno yang mengatakan bahwa janda adalah pembawa sial juga membuat mereka dipinggirkan dalam komunitas. Mereka semakin sukar mencari kerja dan rentan hidup melarat. (Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI