Jiwa sosial Marsya yang tumbuh dan besar di Jakarta, sudah membenih sejak ia duduk di bangku sekolah. Awalnya ia hanya ingin cari-cari kegiatan relawan. Ia ingat kegiatan pertamanya adalah kampanye bersama teman-temannya di Perkumpulan Indonesia Berseru menggelar aksi di Bundaran HI untuk ketahanan pangan.
"Aku mulai dari situ. Setelah itu sempat cari-cari ada Yayasan Mitra Netra. Aku ikutan itu dan aku ngetik dari Microsoft Word ke Braille," terangnya.
Aksi sosial Marsya berlanjut ketika ia menyelesaikan kuliahnya. Ia memang sempat bekerja sebagai staf riset pemasaran di perusahaan swasta, namun keinginan untuk bekerja di lembaga nonprofit lebih kuat.
Sehingga di luar jam kerjanya ia aktif di Perkumpulan Indonesia Berseru. Hingga akhirnya pada bulan Juni 2014, ia mendapat beasiswa dari Nusantara Development Initiatives (NDI). Ini menjadi momen yang menentukan pilihan hidup Marsya. Dari fellowship ini ia dikirima ke sebuah desa di Kepulauan Riau.
"Waktu itu training-nya di Singapura kemudian turun lapangannya di Kepulauan Riau. Di sana belum ada listrik, dan tugas kami melatih para ibu-ibu untuk menjual lampu tenaga matahari ke penduduk setempat," paparnya.
Ini membuka mata Marsya, betapa selama ini banyak dari kita yang terlalu asyik dengan diri sendiri. Sementara di daerah lain, banyak orang yang hidup dengan fasilitas seadanya dan sangat membutuhkan uluran tangan. Dan dengan jika kita mau berbagi, untuk hal yang sangat sederhana sekalipun itu bisa membuat perubahan ke arah yang lebih baik.
"Itu yang buat aku ingin kerja kayak gini, sesuatu yang memang bermanfaat buat orang lain.
Fakta ini membuat Marsya bulat untuk mengabdikan hidupnya untuk kegiatan sosial. Sekembalinya ke Jakarta ia bekerja di Indorelawan. Ia resmi bergabung dengan Indorelawan pada Januari 2014 sebagai volunteer activation manager.
Dan setahun belakangan, Marsya mengabdikan 100 persen waktunya untuk mengurus Indorelawan. Sejak Agustus 2014 ia bahkan dipercaya menjadi direktur.
Karena keputusan ini, ia sering mendapatkan pertanyaan tentang bagaimana karirnya atau bahkan penghasilan. Menurutnya masih banyak orang yang berpikir, bahwa ketika seseorang memutuskan berkarir di sektor nonprofit maka dia tidak memikirkan karir atau gaji.
Tapi menurutnya, apa yang dipikirkan orang tak sepenuhnya benar. Menjadi relawan fulltime, tak hanya memberinya kepuasan batin, tapi juga karir yang menjanjikan. Dan dia suka dengan jalan hidup yang dipilihnya.
"Jadi maksudnya saya tidak hanya bekerja untuk passion, tapi saya juga bekerja untuk kehidupan," ujarnya.
Marsya Anggia, Bukan Relawan Paruh Waktu
Esti Utami Suara.Com
Kamis, 17 Desember 2015 | 16:22 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Lekat: Sosok Tisa TS yang Sukses Bikin Baper Masyarakat Indonesia dengan Karyanya
15 Juni 2024 | 09:05 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Lifestyle | 22:05 WIB
Lifestyle | 21:43 WIB
Lifestyle | 20:33 WIB
Lifestyle | 20:23 WIB