Agustinus Wibowo, Kisah Pengeliling Dunia Berbekal 2000 Dolar AS

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 02 Desember 2015 | 09:01 WIB
Agustinus Wibowo, Kisah Pengeliling Dunia Berbekal 2000 Dolar AS
Agustinus Wibowo. (suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Agustinus Wibowo lahir di Lumajang, Jawa Timur, tahun 1981 sebagai anak sulung dari pasangan Chandra Wibowo dan Widyawati. Lulus dari SMU 2 Lumajang ia sempat kuliah di Jurusan Informatika Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS), sebelum akhirnya memutuskan pindah kuliah ke Fakultas Komputer Universitas Tshinghua, Beijing.

Sejak kecil Agus sudah diramal bakal  berkelana ke negeri-negeri jauh. Bahkan saat ditanya tentang cita-citanya, Agus kecil menjawab ingin jadi turis.  Sebuah cita-cita yang mungkin kontras dengan seorang anak yang dibesarkan sebagai anak rumahan. Agus mengaku saat masih kecil, ia lebih senang menghabiskan waktunya di kamar membaca buku. Tapi dari buku-buku yang dibacanya itu, Agus memupuk mimpinya untuk keliling dunia.

”Saya berubah dari seorang kutu buku menjadi seorang musafir yang tahan banting. Perjalanan mengajarkan saya tentang warna-warni hidup, ragam budaya dan manusia. Perjalanan juga membuka mata saya bahwa dunia tak seindah yang kita bayangkan," ujarnya.

Agustinus membagi cerita perjalanannya dalam buku

Perjalanan juga menempanya menjadi seseorang yang yang penuh rasa syukur. Ia belajar untuk tidak mengeluh dan belajar untuk selalu bersyukur atas segala hal diterimanya dan dihadapinya setiap hari.

Semua perubahan bermula pada tahun 2002. Saat  seorang temannya di Tsinghua menantangnya untuk ”backpacking” ke Mongolia. Kebetulan pada saat yang sama, ia terinspirasi oleh seorang teman lainnya, yang pernah keliling Asia Tenggara sendirian selama enam bulan.

Ia takjub mendengar cerita sang kawan bahwa selama perjalanan ia bertahan hidup dan berkomunikasi menggunakan 'bahasa tarzan' karena sama sekali tidak bisa bahasa Inggris, apalagi bahasa negara-negara ASEAN.

”Waktu itu saya begitu terpesona oleh cerita petualangan teman Jepang saya ini. Petualangan yang berani dan penuh tantangan. Saya jadi bertanya sendiri, kapan saya bisa begitu? Maka ketika ada teman yang mengajak saya pergi ke Mongolia saya langsung mengiyakan,” kisahnya.

Sejak saat itu, Agus tak pernah bisa menghentikan langkahnya. Semakin sering ia travelling sebagai backpaker, semakin dalam keingintahuannya tentang hal-hal baru di dunia ini.

"Tidak hanya sebagai penonton, tapi terlibat sepenuhnya dengan seluruh pengalaman perjumpaan dengan masyarakat dan kebudayaannya. Dunia ini tidak seluas daun kelor. Ada banyak kehidupan lain di luar sana dan ada banyak kebajikan yang kita tidak pernah tahu sebelumnya,” jelas Agus yang karena perjalanannya telah menguasai bahasa Hindi, Urdu, Farsi, Rusia, Tajik, Kirghiz, Uzbek, Turki, Armenia, dan Georgia. Ia juga fasih bahasa Inggris, Mandarin, Indonesia dan tentu saja bahasa Jawa.

Namun sebagai pengelana, banyak kisah tak enak juga menjadi temannya. Ia berulangkali ditangkap polisi, dicopet, dirampok atau jatuh sakit dan kelaparan di tengah perjalanan. Tapi semua itu tak menyurutkan langkah Agus. Ia berhasil bangkit dan melewati beberapa 'kematian' yang membuatnya lebih menghargai hidup. Ya itulah kisah Agus sebagai pengelana.


BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI