Mengenal Tradisi "Makan Bajamba" dari Tanah Minang

Esti Utami Suara.Com
Selasa, 24 November 2015 | 09:31 WIB
Mengenal Tradisi "Makan Bajamba" dari Tanah Minang
Tradisi Makan Bajamba di tanah Minang. (Youtube.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Masyarakat Minang memiliki tradisi unik, "Makan Bajamba" yang akan digelar sebagai rangkaian peringatan hari jadi Kota Sawahlunto ke-127 dalam waktu dekat.

Tradisi yang juga disebut makan barapak ini adalah makan bersama dengan cara duduk bersama-sama di satu tempat yang telah ditentukan. Tradisi ini diyakini berasal dari Koto Gadang, kabupaten Agam, Sumatera Barat, dan diperkirakan berkembang sejak Islam masuk ke Minangkabau sekitar abad ke-7.

Tak heran jika adab dalam tradisi kental dipengaruhi ajaran Islam terutama Hadits. Beberapa adab dalam tradisi ini di antaranya adalah seseorang hanya boleh mengambil apa yang ada di hadapannya setelah mendahulukan orang yang lebih tua.

Ketika makan, nasi diambil sesuap saja dengan tangan kanan. Setelah ditambah sedikit lauk pauk, nasi dimasukkan ke mulut dengan cara dilempar dalam jarak yang dekat. Ketika tangan kanan menyuap nasi, tangan kiri telah ada di bawahnya untuk menghindari kemungkinan tercecernya nasi.
Jika ada nasi yang tercecer di tangan kiri, harus dipindahkan ke tangan kanan lalu dimasukkan ke mulut dengan cara yang sama.

Selain itu, posisi duduk juga harus tegap atau tidak membungkuk dengan cara bersimpuh (basimpuah) bagi perempuan dan bersila (baselo) bagi laki-laki. Satu hal yang tak boleh dilupakan adalah makanan yang disediakan wajib dihabiskan.

Di masa lalu, makan bajamba biasa dihelat di di hari-hari besar agama Islam, serta berbagai upacara adat, pesta adat, dan pertemuan penting lainnya sebagai simbol rasa kebersamaan.

Secara harafiah makan bajamba mengandung makna yang sangat dalam, di mana duduk dan makan bersama ini akan memunculkan rasa kebersamaan tanpa melihat perbedaan status sosial.

Prosesi makan bajamba biasanya didahului dengan pertunjukan kesenian Minang dan berbalas pantun atau biasa dikenal dengan "Pantun Pasambahan" oleh pemangku adat dan ninik mamak masing-masing kaum sebagai bentuk penghormatan kepada para undangan yang hadir.

Makan bajamba bisa diikuti puluhan hingga ribuan orang yang kemudian dibagi dalam beberapa kelompok. Satu kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 7 orang yang duduk melingkar, dan di setiap kelompok telah tersedia satu dulang yang di dalamnya terdapat sejumlah piring yang ditumpuk berisikan nasi dan berbagai macam lauk.

Dan memperingati hari jadi Kota Sawahlunto, awal Desember mendatang, paguyuban Warga Sunda Kota Sawahlunto, Sumatera Barat akan meramaikan tradisi ini.  

Ketua Paguyuban Warga Sunda (PWS) Sawahlunto, Dudu Darmawan, dalam peringatan kali ini,  pihaknya mencoba menghadirkan masakan khas suku Sunda untuk dihidangkan pada perayaan tahunan tersebut, yang kesemuanya diolah secara bersama-sama sebagai perlambangan semangat gotong royong yang telah diwarisi selama beratus-ratus tahun lamanya dari para nenek moyang.

Dia mengatakan, salah satu menu masakan khas suku itu yang akan mereka tampilkan sebagai hidangan adalah nasi tumpeng lengkap dengan berbagai lauk pauknya, asinan rengginang dan lain sebagainya.

"Kesemuanya akan dikemas dengan tidak melupakan cara penyajian yang menjadi ciri khas prosesi makan bajamba, yakni makan bersama dalam satu lingkaran beranggotakan beberapa orang yang merupakan perlambangan rasa persatuan dan kesatuan yang terjalin dalam semangat kebersamaan masyarakat adat berbagai etnis yang ada di kota ini," kata dia. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI