Banda Naira, Keindahan Eksotis Eropa di Balik Gunung

Adhitya Himawan Suara.Com
Sabtu, 14 November 2015 | 16:35 WIB
Banda Naira, Keindahan Eksotis Eropa di Balik Gunung
Gereja Tua Banda Neira [http://maltengkab.go.id/]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Meski pun luas arealnya tidak mencapai dua kilometer, namun Kota Banda Naira yang tersembunyi di balik gunung berapi aktif ini sudah dikenal dunia sekitar abad XV silam, tepatnya pada era penjelajahan samudera oleh sejumlah bangsa Eropa maupun saudagar asal Arab, India, dan Gujarat.

Sulit dan mahalnya harga rempah-rempah dunia saat itu, maupun keinginan mencari daerah jajahan baru bagi bangsa Eropa membuat mereka berlayar jauh ke wilayah timur dan bisa menemukan kepulauan Indonesia, dan terus berpetualang mencari pusat rempah-rempah ke Maluku dan Maluku Utara.

Beberapa pulau di Maluku dan Maluku Utara memang ditemukan komoditas cengkih dan pala yang harum sehingga bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda berani mengerahkan armada kapal dan tentaranya berlayar menembus keganasan lautan untuk datang ke Maluku.

Setiap lokasi yang didarati langsung dibangun benteng pertahanan dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan, terutama di Pulau Banda.

Mungkin orang masih mengingat sejarah lahirnya perjanjian Zaragosa dan Tordesilas di Eropa yang intinya melakukan penjelajahan samudera dengan cara berlayar melintasi kutub utara dan selatan bumi dan akhirnya bertemu di Maluku atau Maluku Utara.

"Makanya tidak heran kalau sekitar tahun 1511 silam, Bangsa Portugis pertama kali menjejekkan kakinya di Pulau Banda dan berusaha membangun sebuah benteng pertahanan," kata salah satu warga Banda Naira, Abdullah Karem.

Pria berusia sekitar 70-an tahun itu menuturkan, pengerjaan benteng oleh Portugis yang terletak di atas bukit pada pesisir selatan Pulau Banda.

Kemudian sekitar tahun 1603, masuklah Bangsa Belanda dan membuat pertahanan dengan membangun "Port Nassau" atau benteng air sekitar tahun 1607 di atas pondasi bekas benteng yang dibangun Portugis.

Pembangunan benteng air ini melibatkan 700 prajurit Belanda dan dipimpin Admiral Verhoef dibawah pemerintahan gubernur jenderal VOC yang opertama, Pieter Both.

"Boleh dibilang organisasi dagang Belanda atau VOC pertama kali juga dibentuk di Pulau Banda," katanya.

Dikatakan Port Nassau atau benteng air karena posisi bangunannya dikelilingi parit atau kanal-kanal air saat itu, meski kondisi sekarang sudah mengering.

Kepala Kecamatan Banda Naira, Kadir Sarilan menjelaskan, saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang melakukan pemugaran tahap pertama terhadap benteng air tersebut dengan menggunakan APBN senilai Rp1,316 miliar.

Dari Port Nassau, Kolonial Belanda di bawah perintah Gubernur Jenderal Pieter Both dan dilanjutkan dengan gubernur jenderal lainnya mulai mendirikan bangunan-bangunan antik lain bergaya Eropa antara lain istana mini dengan tiang pilar yang tinggi dan banyak, benteng Belgica yang berbentuk prisma, gereja, gedung pertemuan untuk kegiatan minum teh dan tempat santai para pejabat organisasi dagang Belanda VOC, baik sipil maupun militer.

Pada tahun 1667, Admiral Cornelis Speelman tiba di Pulau Naira dan meminta Adrian de Leeuw yang merupakan seorang arsitek ulung asal Belanda merancang benteng pertahanan yang baru guna pengembangan Belgica II.

Benteng ini dirancang dengan struktur pentagon dan ditopang lima menara besar pada bagian dalam benteng, dan struktur pentagon lain dengan lima bastion di sisi luarnya.

Proses pembangunan benteng yang bangunannya mirip dengan gedung pertahanan Pentagon Amerika Serikat ini dimulai dari tahun 1672 hingga 1673 tanpa mengalami kendala yang berarti.

Benteng ini dapat menampung 400 tentara dengan persenjataan lengkap serta meriam dan pada tahun 1795 dipugar oleh Francois van Boechkholz, namun dalam tahun 1796 mendapat diserang serta direbut tentara Inggris dan menguasai Banda hingga awal abad 19.

Tidak Tersaingi Asisten Deputi Pasar dan Bisnis Kementerian Pariwisata, Taswir Abdulah mengatakan, salah satu kekuatan Banda Naira ini tidak bisa disaingi oleh siapa pun termasuk sejarah kebangsaan Indonesia.

Karena di Banda Naira, selain ada rumah yang menjadi tempat pengasingan sejumlah tokoh nasional dan proklamator oleh Belanda seperti Bung Hatta dan Cipto Mangunkusumo, jaman penjajahan sangat menarik untuk dikisahkan kepada para turis sebagai salah satu objek wisata sejarah.

"Jadi tidak berlebihan kalau Bupati Malteng, Abua Tuasikal juga memberikan perhatian serius untuk mengembangkan pariwisata di sini, bagaimana ada aksesnya, tarik minat orang berkunjung sehingga kita undang banyak waratwan dari Jakarta supaya mereka menulis," kata Taswir saat menghadiri festival budaya Banda Naira 2015 yang diselenggarakan Pemkab Malteng.

Menurut dia, pariwisata itu sebenarnya peran informasi dan publikasi jadi kita harus pandai menginformasikan ke media nasional untuk menarik minat wisatawan asing dan domestik.

"Khusus untuk istana ini bagus sekali pemandangannya di tepi laut, saya lihat benteng Nasau juga sementara direhab, tetapi perlu dilengkapai dengan kisah keberadaan bangunan khas Eropa abad 15 itu dan siapa saja figur yang menjabat sebagai gubernur jederal di situ," ujarnya.

Kementerian juga mengharapkan Festival akbar budaya Banda Naira ini dijadikan kegiatan rutin setiap tahun agar pemerintah pusat dan daerah bisa membesarkannya secara bersama sehingga menjadi pemicu menarik kunjungan orang ke Pulau Banda.

"Saat ini hampir seluruh daerah di Indonesia melaksanakan lomba seperti perahu belang dan yang sudah menjadi tradisi rakyat Banda harus dipertahankan," kata Taswir.

Merasakan efek positif dari pembangunan pariwisata tentu saja bisa dilihat perkembangannya secara signifikan pada lima tahun mendatang dan berkembang secara bertahap, dan yang terpenting adalah membuat paket-paket wisata kepada orang yang datang sambil nonton berbagai kegiatan pesta rakyat.

Oleh karena itu, perlu menghidupkan semua biro perjalanan supaya menjual paket ke sini, kemudian diharapkan setiap hari ada penerbangan maupun jalur pelayaran yang masuk Banda Naira.

Dia juga mengatakan nilai jual di sini tinggi seperti keberadaan istana mini dapat disulap menjadi tempat spesial untuk menjamu para turis yang ingin mencicipi aneka hidangan khas Banda di situ.

"Kebetulan saya dan Pak Bupati ini lama di Yogyakarta dan bisa melihat bagaimana orang ingin makan malam di istana keraton, meski harus membayar mahal, sebab makan malam di hotel itu biasa tetapi nilai jual bangunan bersejarah itu sangat tinggi dan harus dirawat karena ini merupakan aset," tandasnya.

Apalagi pemerintah sekarang ini sangat serius mengembangkan pariwisata dan menargetkan 20 juta orang wisatawan asing dan 275 juta wisatawan domestik berkunjung ke seluruh Indonesia.

Itu berarti semua daerah digerakkan untuk meningkatkan program pengembangan pariwisata dan mendapatkan dukungan penuh pihak kementerian.

"Kita fokus pada promosi daerah-daerah yang serius ingin mengembangkan pariwisatanya dan Banda Naira terdapat objek wisata sejarah dan budaya serta memiliki istana mini di tepi laut yang dibangun sejak zaman Belanda menduduki pulau ini," katanya.

Sementara Bupati Malteng, Abua Tuasikal mengatakan, kegiatan ini menumbuhkan semangat dan kecintaan masyarakat terhadap budaya lokal sekaligus melestarikan budaya sebagai sumber inspirasi dan modal sosial yang turut menentukan keberhasilan pemerintahan, pembangunan, dan kemaslahatan.

Pemkab Malteng memastikan akan selalu menyelenggarakan kegiatan seperti ini setiap tahun dan dijadikan momentum yang baik untuk melestarikan potensi sejarah budaya Banda sebagai warisan budaya dunia, sekaligus dapat menjadi ajang promosi potensi budaya dan wisata.

Hal itu dilakuian agar pada waktunya dapat menarik minat investasi di bidang pariwisata maupun menarik minat wisatawan lokal dan mancanegara untuk menambah kontribusi bagi pembangunan sektor pariwisata.

"Adanya kegiatan lokal dalam bentuk lomba perahu belang klompen raksasa, kuliner, mancing tradisional, dan foto bawah laut tentunya dapat dimaknai sebagai upaya merekam potensi keindahan alam dan budaya lokal yang dimunculkan sebagai hasil cipta karya masyarakat di sini," tandas Bupati.

Dengan mewujudkan aneka kegiatan tersebut, diharapkan keindahan alam dan budaya masyarakat sudah waktunya dikemas bukan saja sebagai suatu tontonan dan hiburan, tetapi disajikan sebagai tuntunan dalam basis kebudayaan masyarakat sesungguhnya untuk pembangunan karakter dan jati diri bangsa.

Melalui momentum ini diharapkan basis-basis komunitas pendukung budaya lokal maupun pelestarian sumberdaya alam sudah harus mendapat perhatian serius semua pihak untuk diprogramkan untuk dibina serta diberdayakan.

Pemkab menyadari potensi sumber daya alam dan budaya lokal yang tumbuh, hidup, serta mekar dan berakar dalam masyarakat berabad-abad hingga kini telah terbukti memberi warna dan nilai positif bagi kelangsungan berbangsa dan bernegara.

"Saya harapkan kegiatan ini mampu menghasilkan suatu pemahaman diantara pempus, pemda dan stakeholder tentang potensi SDA dan kebudayaan lokal di kecamatan Banda yang dijadikan sebagai unsur kebudayan Malteng," ujarnya.

Kegiatan ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai ruang ekspresi budaya dan perekat hubungan sosial masyarakat untuk mewujudkan kesamaan persepsi dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan kita menuju terwujudnya Malteng yang lebih berkualitas, sejahtera, damai, dan berkeadilan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI