Hipnotis Anne Avantie Lewat Koleksi "Gambang Semarang"

Rabu, 28 Oktober 2015 | 13:45 WIB
Hipnotis Anne Avantie Lewat Koleksi "Gambang Semarang"
Koleski Gambang Semarang dari Anne Avantie. (suara.com/Dinda Rachmawati)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Video dokumenter kota Semarang tempo dulu membuka pagelaran busana Anne Avantie di Jakarta Fashion Week (JFW) 2016, Selasa (27/10/2015) malam di Fashion Tent Senayan City Jakarta Pusat.

Koleksi "Gambang Semarang" ini menandai 26 tahun Anne Avantie berkarya. Pagelaran busana yang khusus ia dedikasikan untuk Anne Avantie Fans Club ini seolah mengajak setiap orang yang melihatnya, pergi ke Semarang tempo dulu. Semarang adalah kota kelahiran Anne.

"Semarang adalah kota yang membuat saya selalu ingin pulang. Ini membuktikan bahwa Anne Avantie tidak pernah menjadi orang Jakarta. Saya tetap di kota saya, berprestasi, dan menjalani roda usaha dari kota kelahiran saya," ujarnya sebelum show tunggalnya.

Show terbagi menjadi empat sekuen yang mencerminkan pluralisme kota Semarang yang dipengaruhi empat budaya sekaligus yakni Tionghoa, Belanda, Arab dan Jawa.

Lagu "Gambang Semarang" mengalun mengiringi model senior berjalan, mereka membawakan busana kebaya bersiluet Kartini dengan pakem tradisional berwarna merah. Kemudian, disusul dengan empat model lelaki, di antaranya ialah Betrand Antolin dan Ferry Salim yang berpakaian khas kolonial Belanda.

Sekuen pertama ditutup dengan penampilan lucu dan menghibur ala Indy Barends yang mengenakan kebaya kutu baru bermotif floral. Indy ditemani dua rekannya Indra Bekti dan Edric Tjandra yang mengenakan baju kolonial Belanda lengkap dengan topinya. Ya, Anne Avantie memang selalu pintar menyelipkan aksi teatrikal yang menghibur dalam setiap shownya.

"Panggung JFW kali ini akan berbeda, selain mengusung model-model sendiri, saya mencoba mengeluarkan karakter tiap model yang membawakan busana saya, agar memiliki nyawa," tambah dia.

Selanjutnya, dari kebaya tradional, kebaya-kebaya itu bertransformasi menjadi kebaya kontemporer yang artistik. Anne terkenal selalu menghadirkan panel transparan yang dihadirkan dengan payet berkilau. Ia membuatnya untuk menutupi beberapa bagian tubuh, sehingga karakter seksi di dalam diri perempuan semakin terpancar.

Kebaya masih didominasi warna merah, yang menurut Anne menggambarkan identitas empat budaya yang terdapat di Semarang, misalnya Tionghoa yang terkenal dengan warna merah dan hijaunya dan juga nuansa oranye untuk Arab.

Selain kebaya, pada sekuen selanjutnya Anne juga menghadirkan ragam busana yang lebih variatif, seperti jumpsuit yang mengekspos kulit dengan bahan tule, crop top yang dipadukan dengan celana transparan berbahan brukat serta tule.

Adapula satu sekuen yang menghadirkan kebaya di balik balutan kerudung panjang tule berbordir, yang didominasi dengan warna-warna lembut seperti hijau serta pink.

Semakin malam, pagelaran busana Anne semakin menghipnotis ratusan orang yang melihatnya. Anne menghadirkan konsep "kuno dalam kekinian".

"Saya ingin setiap orang yang menyaksikannya terhibur dan merasa bahagia. Terserah orang mau menyebut busana saya apa, kebaya boleh, gaun boleh, menabrak pakem juga boleh, yang penting menginspirasi masyarakat Indonesia," tutur dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI