Ancaman lainnya, adalah kemungkinan pengakuan motif batik Kudus yang sangat kaya lagi unik oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Ini yang membuat perempuan kelahiran Kudus, 19 Maret 1969 ini bertekad untuk ikut terlibat aktif merawat dan melestarikan batik Kudus yang menjadi warisan budaya tanah kelahirannya.
"Kalau bukan kita siapa lagi!" demikian motonya.
Ia lantas menemui banyak pihak, untuk menggalang berbagai upaya untuk membangkitkan kembali batik Kudus. Tertidur selama lebih 20 tahun, banyak konsekuensi yang harus ditanggung batik Kudus. Peremajaan motif baru jalan di tempat, sementara dokumentasi motif klasik juga bisa dikatakan tak ada.
Untuk mengatasi hal ini, Mira rela mengetuk pintu satu per satu kolektor batik di tanah air, meminta pada mereka agar bersedia meminjamkan koleksinya guna menggali kembali motif klasik batik Kudus. Tak mudah, bagi Mira untuk meyakinkan mereka.
"Para kolektor ragu meminjamkan koleksinya, bahkan untuk kepentingan dokumentasi. Kemajuan teknologi membuat motif-motif itu akan dengan mudah dijiplak dan diperbanyak," terangnya.
Selain itu tak mudah menemukan perajin batik yang mumpuni. Mira yang mengaku kini memiliki lebih dari 200 lembar kain batik ini mencoba membangun minat kaum muda untuk kembali membatik.
Beruntung ia bertemu dengan Yuli Astuti, perajin sekaligus desainer motif batik Kudus yang kebetulan memiliki kepedulian yang sama.
Dua perempuan ini lantas bahu membahu membangun kelompok usaha batik Kudus. Mereka mengirim anak muda yang mau belajar membatik ke berbagai sentra batik di tanah air. Dari mereka diharapkan bisa menghidupkan kembali produksi batik Kudus yang sudah berkembang sejak jaman Sunan Kudus ini.
Meski awalnya tak mudah, kini usaha mereka membuahkan hasil. Kini ada puluhan anak muda yang tertarik untuk menjadi pembatik. Mira juga berusaha 'membangun' pasar untuk
memastikan bahwa batik yang dihasilkan diserap pasar. Ia membuka galeri yang khusus menjual batik Kudus, dan kini tengah menjajagi kemungkinan mengembangkan sentra batik yang bisa dikembangkan menjadi tujuan wisata.
Ia juga membina pengrajin muda untuk mengembangkan batik Kudus agar bisa terus menjadi simbol kota Kretek ini.
"Para pengrajin muda bisa mengembangkan berdasarkan motif yang sudah klasik menjadi motif baru dan kontemporer. Paling tidak, motif batik Kudus yang klasik tidak hilang apalagi punah," imbuhnya.
Belakangan, Mira dengan bekerja sama dengan berbagai pihak berniat merangkum kisah perjalanan batik Kudus dan kekayaan motifnya ke dalam sebuah buku. Bertepatan dengan Hari Batik, 2 Oktober 2015 silam buku diluncurkan buku "Batik Kudus, The Heritage".
Melalui buku ini, Mira berharap agar masyarakat Indonesia lebih mengenal batik Kudus yang memiliki motif unik dan sarat filosofi. Tak berhenti di sini, Mira kini juga sedang menyiapkan buku kedua yang akan merangkum karya unggulan dari perajin batik tempo dulu.
Jalan yang harus ditempuh Mira memang masih. Namun karena sudah memulai, ia tak mungkin untuk menghentikan langkahnya.