Suara.com - Limbah detergen merupakan salah satu jenis limbah yang paling banyak dihasilkan rumah tangga. Limbah ini banyak mengalir di saluran pembuangan air dan tak sedikit pula yang meresap ke tanah.
Dan, tahukah apa akibatnya bila limbah ini banyak meresap ke tanah? Yah, air tanah menjadi tercemar bahkan yang lebih mengerikan lagi air tanah yang tercemar tersebut mengandung zat yang memicu kanker (karsinogenik).
Kekhawatiran inilah yang membuat seorang pemuda asal Lampung, Benny Chandra Monacho tertarik untuk membuat alat penyaring limbah detergen demi menjaga air tanah agar tetap sehat dikonsumsi.
Ketertarikannya ini bermula saat ia masih SMA, tepatnya 2011. Waktu itu lelaki yang akrab disapa Benny ini menginisiasi program Penanaman Eucalyptus alba di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara. Program itu, kata dia, bertujuan untuk mengurangi sedimentasi di Waduk Panglima Besar Jendral Soedirman, yang notabenenya merupakan sumber PLTA Mrica.
"Akan tetapi, sedimentasi waduk dan perputaran generator terhambat karena banyaknya eceng gondok pada waduk," terangnya pada suara.com di Jakarta, belum lama ini.
Penyebab utama ledakan pertumbuhan eceng gondok tersebut, lanjut Benny, karena banyaknya kadar fosfat, yang didominasi berasal dari limbah detergen rumah tangga. Nah, ledakan pertumbuhan eceng gondok (eutrofikasi) ini, menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus air sehingga oksigen berkurang dan biota air pun terdegradasi.
Kondisi air seperti ini bila terjadi dalam jangka panjang, maka air minum (yang mengandung klor) bila terkontaminasi dengan benzena yang ada pada limbah detegen akan bereaksi menjadi klorobenzena yang bersifat karsinogenik.
"Disitulah saya tergerak untuk membuat alat yang bisa meminimalisasi senyawa kimia pada limbah detergen. Akhirnya dibuatlah alat penyaring yang diberi nama Detective atau Detergent Filter Effective Solution ini," terang lelaki kelahiran Bumi Dipasena, 6 Agustus 1994 ini.
Alat penyaringnya telah diuji coba ...
Alat Penyaringnya Telah Diuji Coba
Sebagai penyaring yang digunakan pada alat ini, Benny menggunakan pasir, ijuk dan batu zeolit yang sudah diaktivasi.
Menurutnya, dengan menggunakan 'Detective', limbah detergen yang semula memiliki tingkat PH diatas 8 bisa diturunkan menjadi netral atau berkisar di PH 7.
"Tingkat basa dalam limbah detergen sangat berbahaya. Kita uji coba pada ikan mujair dengan ketahanan hidup yang lama ternyata mati setelah ditampung di kolam limbah detergen selama satu jam. Tapi pada air yang sudah difilter dengan Detective, ikan tetap hidup karena kadar air sudah netral," imbuhnya.
Sejauh ini, alat yang diciptakannya itu telah dipakai di dua sekolah di Malang dan beberapa rumah di Lampung dan Sukabumi. Ke depan, ia berharap semakin banyak rumah tangga menggunakan teknologi ciptaannya tersebut yang ramah lingkungan.
Lewat alat penyaring ciptaannya ini, Benny berharap, selain bisa membantu menyelesaikan masalah sedimentasi waduk dan macetnya turbin PLTA Mrica karena eceng gondok, juga bisa membantu masalah air bersih didaerah asalnya.
"Saya berasal dari pelosok Lampung, Bumi Dipasena Utama, sebuah desa yang warganya menampung air hujan untuk kebutuhan pokok harian. Tetapi, ketika musim kemarau tiba, persediaan air habis," ujar penyuka Pempek Palembang dan mie goreng ini.
Oleh karena itulah Benny sangat termotivasi membuat filter yang bisa menghasilkan air bersih untuk keperluan sehari-hari.
"Banyak yang telah membimbing saya ketika membuat inovasi tersebut, di antaranya guru-guru SMAN 1 Bawang, Banjarnegara, Ibu Widi Hidayati, Ibu Rina Haryani, dan Bapak Yuni," urainya yang bergabung di lembaga Riset Mahasiswa FMIPA Universitas Brawijaya (LSO RITMA) ini.
Segudang prestasi dan harapan ...
Segudang Prestasi dan Harapan
Perjuangan keras Benny dalam menciptakan teknologi ramah lingkungan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari ini membuahkan hasil yang membanggakan.
Yah, alat penyaring limbah detergen bikinan mahasiswa Fisika semester VII Universitas Brawijaya ini berhasil menyabet medali silver pada International Convention Invention Technology Exhibition 2014 di Malaysia, dan medali emas di Korea Creative Invention Contest 2015.
Prestasi ini tentu saja tak membuat sulung dari tiga bersaudara ini lekas puas diri. Benny justru ingin berbagi ilmu kepada siapapun yang ingin memiliki alatnya ini.
"Kalau ada yang berminat belajar ingin membuat alat, dengan terbuka dan senang hati silakan kontak saya. Gratis kok, yang penting ada niatan untuk belajar," ujarnya bijak seraya mengatakan bahwa alat penyaringnya ini belum dipatenkan.
Di luar urusan kuliah dan alat penyaring limbah detergen, Benny ternyata menyukai dunia entertainmen seperti tarik suara dan modeling. Tak sekadar suka, ia bahkan juga serius menekuni bidang itu.
Ini dibuktikan dari segudang penghargaan yang berhasil diraihnya seperti peraih Gold C Category Folkklore dalam A Voyage Of Song International Choir Competition 10th Thailand 2013 (Cientifico Choir Team), Silver B Category Open Mix dalam A Voyage Of Song International Choir Competition 10th Thailand 2013, Model of Brawijaya Fashion Week 2014, Juara I Top Model Busana Pesta Semarak Kemerdekaan Banjarnegara Expo 2014, dan masih banyak lagi.
"Saya memang suka nyanyi dan modeling, harapannya semoga semua itu bisa saya jalani," ucap penyuka musik pop jazz ini.
Lantas, adakah harapan lain yang juga ingin diwujudkan suatu saat nanti? "Saya ingin punya Sekolah Inovasi untuk semua kalangan, dari yang nggak mampu hingga yang mampu dengan sistem beasiswa substitusi," cerita Benny bersemangat.
Bila kelak dapat mewujudkan impiannya itu, ia akan menjadikan sekolahnya itu sebagai lembaga pendidikan dengan cara mengajar yang terbuka dan mengasyikkan. "Mendidik anak sejak dini untuk kreatif dalam mencari penyelesaian masalah yang ada dengan ilmu yang dimiliki," tuturnya mengakhiri perbincangan.