Banyak perempuan yang kini tidak percaya diri meninggalkan rumah tanpa terlebih dahulu memulas lipstick ke bibirnya. Ya, kini pemulas bibir menjadi kebutuhan pokok bagi kaum Hawa.
Pemulas bibir seolah lencana merah yang mendongkrak rasa percaya diri perempuan. Atau juga lambang seksualitas, seperti yang diperagakan Marilyn Monroe beberapa dekade silam.
Lipstick adalah cara banyak perempuan menjaga feminitas mereka sambil melakukan 'pekerjaan laki-laki'. Lebih dari sekedar makeup, lipstick bagi perempuan, adalah sumber keyakinan, sensualitas dan kadang-kadang bahkan baju besi.
Sejarah paradoks lipstick memang cukup panjang dan penuh warna. Tapi apa pun kisahnya, lipstik telah meninggalkan jejak pada budaya.
Hubungan intim antara lipstik dengan perempuan, mulai 'lahir' di era Mesir kuno. Saat itu perempuan 'menodai' bibir mereka dengan tanah liat merah dan oksida besi sehingga terlihat lebih merona. Selama berabad-abad, mewarnai bibir dilihat dalam dua sisi. Sebagai perhiasan elit sekaligus penanda merah dosa.
Di era Victoria, ketika feminitas dikaitkan dengan kepolosan anak kecil dan kecantikan perempuan dinilai semata-mata untuk penampilan mereka, maka pemerah bibir dilarang di Inggris.
Namun, bahkan sebelum penanda waktu berganti ke abad ke-20, pemerah bibir telah kembali menjadi mode. Hingga kemudian ditemukan lipstick seabad lalu, yang terus bertahan dan berkembang sampai sekarang. (ozy.com)
Kilas Balik 100 Tahun Lipstick
Esti Utami Suara.Com
Jum'at, 16 Oktober 2015 | 19:31 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Fenomena Lipstick Effect: Korban FOMO atau Memang Tak Bijak Mengatur Uang?
02 November 2024 | 17:05 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI