Keraton Yogyakarta dan Solo Menyambut Tahun Baru Jawa

Esti Utami Suara.Com
Kamis, 15 Oktober 2015 | 14:15 WIB
Keraton Yogyakarta dan Solo Menyambut Tahun Baru Jawa
Kawanan Kerbau 'Bule' keturunan Kyai Slamet mengikuti kirab peringatan 1 Sura di kawasan Keraton Solo. Kamis (15/10) dini hari. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Warga Yogyakarta memiliki tradisi unik untuk menyambut tahun baru 1 Muharam yang biasanya bersamaan dengan tahun baru Jawa 1 Sura. Tradisi itu adalah "tapa bisu lampah mubeng beteng" atau diam membisu berjalan mengelilingi benteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tak terkeculai pada tahun baru 1 Muharam 1437 Hijriah yang jatuh pada Kamis (15/10/2015) dini hari yang diikuti ribuan warga. Ribuan warga bersama para abdi dalem keraton berkumpul di halaman Keben Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejak Rabu (14/10/2015) pukul 21.00 WIB.

Acara Ritual tahunan itu diawali dengan pembacaan tembang macapat dan doa yang dipimpin oleh abdi dalem keraton, KRT Projo Suwasono. Selanjutnya, tepat pukul 24.00 WIB Ribuan warga baik penduduk asli Yogyakarta, maupun pendatang beserta abdi dalem mulai menjalankan ritual budaya itu setelah dilepas oleh Adik Sultan HB X, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo.

Mereka menyusuri jalan tanpa berbicara mengelilingi seluruh benteng keraton yang berjarak sekitar lima kilometer. Ritual itu dimulai dari Keben Keraton menuju Jalan Retowijayan, Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim hingga Pojok Beteng Kulon, Jalan Mayjen MT Haryono samapai Pojok Benteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, Alun-alun Utara dan berakhir di Keben Keraton.

Ketua Panitia Acara Lampah Budaya Mubeng Beteng Keraton, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Gondohadiningrat memperkirakan peserta ritual malam itu mencapai 4.000 orang.

Sementara itu, GBPH Prabukusumo mengatakan ritual tapa bisu mubeng beteng memiliki filosofi agar masyarakat mampu merenungi diri seraya memanjatkan doa kepada tuhan agar diberi keselamatan hingga tahun berikutnya.

"Tapa bisu bukan berarti hanya berdiam saja, melainkan mengintrospeksi apa yang telah kita lakukan setahun yang lalu, prihatin, mawas diri," kata dia.

Kapala Bidang Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan DIY, Erlina Hidayati mengatakan keberlangsungan ritual budaya itu harus terus dilestarikan, baik oleh keraton maupun masyarakat Yogyakarta. Ritual itu telah masuk sebagai warisan budaya tak benda Indonesia asal DIY pada 2015.

"Kami minta warga Yogyakarta menjaga tradisi itu agar lestari," kata dia.

Sementara warga Solo, Jawa Tengah memadati kirab kerbau bule yang menjadi pusaka Keraton. Ribuan warga menyemut di lingkungan kawasan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kamis (15/10/2015) dini hari untuk bisa mneyaksikan bagaimana kawanan Kerbau 'Bule' keturunan Kerbau Pusaka Keraton Kyai Slamet mengikuti kirab peringatan 1 Sura.

Menurut perhitungan yang diyakini, Keraton Surakarta Hadiningrat memperingati malam Tahun Baru Jawa 1 Sura sehari lebih lambat daripada keraton-keraton eks Kesultanan Mataram Islam lainnya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI