Makna di Balik Selembar Batik Pamekasan

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 14 Oktober 2015 | 16:41 WIB
Makna di Balik Selembar Batik Pamekasan
Batik Pamekasan dipamerkan di Galeri "House of Sampoerna (HoS)" Surabaya, Selasa (13/10). (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Batik Hokosan, demikian batik khas Pamekasan Madura itu dinamai. Menurut Ketua Komunitas Batik Jawa Timur di Surabaya (KIBAS), Lintu Tulistyantoro, istilah Hokosan merupakan singkatan dari kata Hokokai Pamekasan.

"Perkembangan industri batik memberikan pengaruh besar terhadap produksi batik di Pamekasan dalam pewarnaan dan motif, sehingga munculah istilah Hokosan atau Hokokai Pamekasan," kata Lintu, di sela persiapan pameran di Surabaya, Rabu (14/10/2015).

Ya, KIBAS dengan menggandeng bersama manajemen Museum "House of Sampoerna" (HoS) dan Pemerintah Kabupaten Pamekasan sedang bersiap memamerkan Batik Pamekasan berpola "Hokosan" di Galeri Seni 'HoS' Surabaya. Pameran ini akan digelar pada 16-29 Oktober 2015.

Menurut dia, Hokokai yang diadopsi sekelompok masyarakat Pamekasan menjadi Hokosan (Hokokai Pamekasan) itu merupakan teknik pengerjaan yang sangat halus serta pewarnaan yang bervariasi.

"Hokosan saat ini menjadi ikon baru perbatikan nasional, khususnya di kalangan para kolektor dan pencinta batik, karena teknik halusan sudah jarang diikuti banyak orang, namun saat ini justru berkembang di Pamekasan," papar Lintu.

Dalam pandangannya, Batik Pamekasan merupakan salah satu potensi perbatikan di Indonesia yang dapat dikembangkan. Pasalnya, sumberdaya manusianya sangat handal dan kreatif serta mudah untuk dikembangkan.

Selain itu, peran pemerintah dan "stakeholder" sangat diperlukan untuk menjadikan Pamekasan sebagai sentra batik terbesar dalam segi kualitas, produksi dan desain batik di Jawa Timur.

Ia menegaskan bahwa Pamekasan adalah salah satu sentra batik terbesar di Jawa Timur, karena hampir setiap kecamatannya terdapat sentra perajin batik, seperti di Candi Burung, Toket, Nong Tangis, Podhek, Klampar, Banyumas, Kowel, Bedung, Toroan, Parteker, Pandemawu, dan sederet daerah lainnya.

"Masing-masing daerah menghasilkan batik dengan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan geografi budayanya. Keunikan dan keragaman motif batik Pamekasan inilah yang dipamerkan di Galeri Seni HoS pada 16-29 Oktober dengan tajuk 'Dibalik Selembar Kain Batik Pamekasan'," katanya.

Saat ini, Batik Pamekasan dikenal sebagai batik yang memiliki warna-warna berani seperti oranye, hijau menyala, ungu, kuning dan warna pop lainnya. Ini sangat berbeda dengan pakem batik Yogya atau Solo yang umumnya menggunakan warna cokelat atau biru.

"Motifnya pun bebas, ekspresif dan tidak dibatasi oleh patokan yang mengikat, sehingga batik Pamekasan berbeda dengan batik-batik pada umumnya," katanya.

Padahal, jika melihat Batik Pamekasan Klasik, batik-batik tersebut memiliki pewarnaan yang cenderung mengarah kepada warna soga.

"Motif-motif klasik itu terlihat pada motif Per Keper (kupu-kupu) dan Tong Centong (alat tempat mengambil nasi), Melate Seto'or (serangkaian melati), Sabet Rantai, Kar Jagad, Ngai Sungai," katanya.

Selain itu, mereka juga memiliki motif isen (motif isian pada batik) yang tidak dimiliki di tempat lain seperti Isen Mok Ramok (akar) dan Bek Tebek (berudu).

"Secara istilah atau kosa kata khas, mereka pun memiliki istilah khusus seperti gurik, yaitu teknik membatik lebih dari satu kali lorot (meluruhkan lilin pada kain yang dibatik)," pungkas Lintu. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI