Suara.com - Menyeramkan dan tragis, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi hutan di Indonesia saat ini.
Bagaimana tidak, hutan yang identik dengan pepohonan yang rimbun, menyejukan dan dipenuhi oleh suara satwa liar, serta gemericik air yang mengalir deras di sungai, kini nyaris sirna. Yang ada sekarang adalah sebagian besar hutan telah berubah menjadi tanah gundul dengan api dimana-mana.
“Lima tahun lalu saya masih mudah ngeliat orang utan di hutan Kalimantan, tapi sekarang di tempat yang sama, sejauh mata memandang hanya tanah gundul yang dipenuhi api,” ungkap Muhammad Teguh Surya, Juru Kampanye Hutan, Greenpeace Indonesia kepada suara.com saat ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu.
Beranjak dari keprihatinan itulah, ia dan kawan-kawan di Greenpeace Indonesia, gencar melakukan kampanye untuk menyelamatkan hutan di Indonesia. Selain terjun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi hutan saat ini, ia dan tim juga melakukan dokumentasi untuk mengetahui hutan mana saja yang masih asri dan hutan yang telah rusak atau gundul.
Sayangnya, kata Teguh, sebagian besar hutan di Indonesia memang sudah rusak. Dari sekitar 180 juta hektar hutan yang dimiliki oleh negeri tercinta ini, kini tinggal sekitar 70an hektar luas hutan yang tersisa. Sementara lahan gambut yang awalnya mencapai total sekitar 21 juta hektar, kini tinggal tersisa sekitar 10 juta hektar.
“Itu pun masih harus diverifikasi lagi, karena tidak ada yang tahu persis berapa luas total hutan dan lahan gambut di Indonesia, karena pemerintah nggak punya satu referensi yang jelas. Data yang dimiliki masing-masing kementerian berbeda-beda, jadi nggak jelas berapa angka persisnya,” imbuh lelaki berkacamata ini.
Untuk itulah, lanjut dia, Greenpeace Indonesia terus mendorong pemerintah untuk membuat pemetaan tunggal tentang luas total hutan di Indonesia. Selain itu pemerintah dan swasta (kelompok bisnis) terus didesak untuk berkomitmen tidak melakukan penebangan hutan (no deforestasi).
“Kalau tidak diperjuangkan bagaimana nasib hutan kita ke depan, bagaimana pula nasib generasi selanjutnya. Sekarang saja sudah banyak yang terkena efek dari kabut asap akibat kebakaran hutan dan jumlahnya terus meningkat,” tegas Teguh.
Kebakaran hutan terjadi dua kali setahun ...