Kitakyushu, Dari Kota Terpolutif Menjadi Kota Nirsampah

Esti Utami Suara.Com
Selasa, 06 Oktober 2015 | 10:13 WIB
Kitakyushu, Dari Kota Terpolutif Menjadi Kota Nirsampah
Suasana Kota Kitakyushu. (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Antara berkesempatan melihat langsung bagaimana industri daur ulang itu dijalankan di kota Kitakyushu. Bekerja sama dengan pemerintah dan Nishihara mereka berbagi tugas dalam mengumpulkan sampah.

Pemerintah kebagian mengumpulkan sampah organik, sedangkan Nishihara bertugas untuk mengumpulkan sampah-sampah anorganik dari perumahan, departemen store dan juga pabrik-pabrik.

"Sampah yang dikumpulkan ada botol plastik, botol kaleng, botol kaca, dan juga kardus. Itu yang ada di bawah tanggung jawab kami," kata Koichiro.

Dalam pengolahan sampah itu mereka memiliki industri tersendiri yang serba otomatis. Semua dijalankan oleh mesin dan hanya sebagian kecil yang dikerjakan secara manual oleh manusia, utamanya untuk kontroling mesin.

Di industri pengolahan sampah ini, setidaknya 16 ton sampah diolah setiap hari. Sampah itu dipilah-pilah berdasarkan jenisnya lalu dipres dan dipak, kemudian dikirim ke pabrik untuk diolah kembali.

Untuk botol plastik dan bahan plastik yang lain diolah kembali agar bisa menghasilkan biji plastik. Biji plastik itu lalu diolah kembali untuk menjadi produk plastik yang lain lagi. Seperti tas plastik, botol plastik lagi dan juga aneka olahan yang lain.

Begitu juga dengan bahan daur ulang dari sampah botol kaca yang bening bisa dijadikan botol kaca kembali. Namun jika botolnya berwarna gelap maka dipendam dalam tanah lantaran tidak bisa dipakai lagi.

"Kalau untuk kardus yang kita daur ulang adalah bagian tengahnya. Itu bisa kita jadikan sebagai balok balok padatan ataupun kardus baru lagi," ujar Koichiro.

Selain itu sampah yang lain juga diolah kembali. Seperti TV, kulkas, dan alumunium, diolah lagi dipakai untu menjadi lampu LEC. Lalu untuk reruntuhan bangunan diolah lagi menjadi kertas dan bahan campuran semen.

Kemudian untuk sampah magnet, radiator diolah menjadi batubara dan alumunium. Sedangkan untuk slag atau sisa pembakaran dipakai untuk pembangkit listrik.

Begitulah cara Kitakyushu menjadi kota zero emisi. Tidak ada sampah yang dibuang dan tidak terolah. Sehingga menjadikan kota itu bersih, bebas polusi dan juga tanpa emisi.

Sister City Kota Surabaya dan Kota Kitakyushu Jepang memantapkan kerja sama "sister city" atau antarkota antarnegara dalam bidang lingkungan hidup, khususnya pengurangan karbon dan pengelolaan lingkungan.

"Komitmen itu pula yang mendasari terjalinnya Green Sister City antara kedua kota tersebut," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di sela kunjungan ke Kitakyushu.

Menurut perempuan yang kini sudah mengakhiri tugasnya sebagai wali kota itu, kerja sama antara Surabaya dan Kitakyushu dimulai pada 1997 dengan fokus pada pengelolaan sampah.

Namun, pada masa-masa awal, wali kota mengakui kerja sama kurang berkembang pesat, lalu pada 2005, kedua kota sepakat lebih mengintensifkan program lingkungan, seperti metode Takakura dan pembangunan rumah kompos.

"Hasilnya, volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) berkurang 10 hingga 20 persen," katanya.

Kerja sama yang telah terjalin, lanjut dia, kini mulai dikembangkan lebih komprehensif dengan adanya penandatanganan MoU antara Pemerintah Kota Surabaya dan Kitakyushu untuk menyepakati sembilan program pengelolaan lingkungan.

"Tahun lalu Surabaya dan Kitakyushu menyepakati pengembangan sembilan program, di antaranya pembuatan tempat pembuangan sementara (TPS) terpadu, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal, dan pengelolaan kawasan industri yang lebih ramah lingkungan," ujarnya.

Wali Kota Kitakyushu, Kenji Kitahashi mengatakan sampah adalah masalah dunia. Kitakyushu juga pernah mengalaminya. Melalui kerja sama kota kembar ini, Pemerintah Kota Kitakyushu membantu Surabaya dalam menanggulangi persoalan sampah.

Kenji Kitahashi pun berharap kerja sama ini bisa berjalan terus dan membawa manfaat bagi kedua kota. "Pengolahan limbah (sampah), penjernihan air, dan pembasmian demam berdarah menjadi konsen kerja sama ini," ujarnya.

Terkait masalah sampah, Kenji sempat kaget ketika melihat gunungan sampah di Surabaya. Hal ini diketahui Kenji saat mengunjungi Benowo, Surabaya barat, beberapa waktu yang lalu.

"Saya lihat gunungan sampah di Surabaya. Melalui kerja sama ini, saya yakin Surabaya bisa seperti Kitakyushu," katanya.

Seperti diketahui, sejak tiga tahun lalu, perusahaan pengolahan sampah di Kitakyushu, Nishihara, sudah melakukan pengolahan sampah di Surabaya. Dua mesin daur ulang sampah dari Nishihara ditempatkan di Sutorejo dan Wonorejo.






BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI